KHARTOUM (Arrahmah.id) – Lebih dari sepertiga populasi Sudan akan membutuhkan bantuan kemanusiaan pada 2023 karena pengungsian dan kelaparan meningkat, kata PBB.
“Jumlah orang yang sangat rawan pangan terus meningkat selama tiga tahun berturut-turut,” kata badan bantuan kemanusiaan PBB OCHA (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs) dalam sebuah laporan yang diterbitkan Ahad (26/2/2023).
Sekitar empat juta anak di bawah usia lima tahun, serta wanita hamil dan menyusui termasuk yang paling rentan dan membutuhkan “layanan nutrisi penyelamat hidup pada 2023”, katanya.
Sudan sudah menjadi salah satu negara termiskin di dunia ketika bantuan internasional yang menjadi sandarannya dipotong pada akhir 2021, sebagai tanggapan atas kudeta militer yang menggagalkan transisi demokrasi yang rapuh.
“Sekitar 15,8 juta orang – kira-kira sepertiga dari populasi – akan membutuhkan bantuan kemanusiaan pada 2023. Peningkatan 1,5 juta orang dibandingkan 2022 ini merupakan yang tertinggi sejak 2011,” kata OCHA.
Selain konflik yang telah menelantarkan jutaan orang, kelaparan dan kekurangan gizi, Sudan adalah salah satu negara yang paling terpukul oleh perubahan iklim di dunia.
Banjir yang meluas tahun lalu telah mempengaruhi sekitar 349.000 orang, menurut PBB, memicu lonjakan penyakit, berkontribusi terhadap meningkatnya perpindahan dan semakin menekan perekonomian.
Kasus malaria “melewati ambang epidemi di 14 negara bagian” dari 18 negara di Sudan, dua kali lebih banyak dari tahun 2021, kata OCHA.
Sudan bergulat dengan kesulitan kronis di bawah rezim Omar al-Bashir, yang digulingkan pada 2019. Pemerintahannya selama tiga dekade ditandai dengan konflik internal, salah urus pemerintah, dan hukuman sanksi internasional.
Masalah ekonomi semakin dalam setelah pandemi Covid-19 dan kudeta militer tahun 2021 yang menggagalkan transisi pasca-Bashir dan memicu pemotongan bantuan internasional yang penting.
Akses ke layanan tumbuh lebih buruk tahun lalu.
Sekitar 30 persen populasi harus berjalan lebih dari satu jam ke institusi medis terdekat, sementara lebih dari 50 menit dibutuhkan untuk mengambil air oleh sekitar 26 persen populasi, kata OCHA.
Demikian pula, 46 persen sekolah kekurangan akses air minum dan 71 persen tidak memiliki fasilitas cuci tangan. (zarahamala/arrahmah.id)