JENEWA (Arrahmah.id) – Sebuah koalisi yang terdiri dari lebih dari selusin organisasi Muslim dari berbagai negara menyerukan kepada masyarakat internasional untuk berbuat lebih banyak dalam memerangi sentimen anti-Muslim, seiring dengan diperingatinya secara resmi Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia oleh PBB.
Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia PBB akan berlangsung setiap tahun pada 15 Maret, untuk memperingati penembakan di masjid Christchurch, Selandia Baru, yang menewaskan 51 orang jemaah.
Meskipun para pemimpin agama dan organisasi bersyukur atas peringatan hari ini, mereka percaya bahwa upaya lebih lanjut diperlukan, saat para ahli mengatakan bahwa diskriminasi terhadap komunitas Muslim meningkat di seluruh dunia.
Dalam sebuah surat yang ditandatangani oleh 15 organisasi di seluruh dunia, termasuk Dewan Muslim Inggris, Dewan Hubungan Amerika-Islam, Asociacion Musulmana por los Derechos Humanos di Spanyol, dan Federasi Dewan Islam Australia, ada lima seruan untuk bertindak, lansir MEE (15/3/2023).
“Kami menyerukan kepada pemerintah untuk mengakui Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia, mengutuk kefanatikan anti-Muslim dan rasisme, membongkar kebijakan dan hukum Islamofobia, dan memastikan bahwa semua warga negara mereka menerima perlakuan yang adil di bawah hukum,” demikian bunyi seruan pertama.
“Kita tahu bahwa Islamofobia telah mendunia. Penembak Christchurch yang membunuh 51 pria, wanita, dan anak-anak Muslim di Selandia Baru pada 15 Maret empat tahun yang lalu hanyalah salah satu contoh mengerikan tentang betapa berbahayanya ekstremisme anti-Muslim,” kata surat itu.
Majelis Umum PBB tahun lalu memutuskan untuk memperingati hari tersebut setiap tahunnya.
Resolusi tersebut didukung oleh 55 negara mayoritas Muslim. Resolusi ini juga disponsori bersama oleh sejumlah negara termasuk Rusia, yang sedang melancarkan perang di Ukraina, dan Cina. Sementara itu, keputusan Cina untuk ikut mensponsori hari PBB tentang Islamofobia telah dikecam oleh para aktivis Uighur, yang -bersama dengan Amerika Serikat- menuduh Beijing melakukan genosida terhadap minoritas Muslim.
Meskipun mereka tidak memberikan suara menentang resolusi tersebut, Prancis dan India keberatan dengan penciptaan hari internasional yang diakui PBB untuk memerangi Islamofobia.
‘Umat Islam harus bersatu’
Sebuah laporan tahun 2021 dari pelapor khusus PBB untuk kebebasan beragama menyimpulkan bahwa kecurigaan, diskriminasi, dan kebencian terhadap Muslim telah meningkat menjadi “proporsi epidemi”, dengan mengutip contoh di Prancis dan India.
New Delhi telah dituduh oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia dan Dewan Hak Asasi Manusia PBB melakukan diskriminasi terhadap Muslim dan memicu kekerasan dan kejahatan kebencian oleh kaum nasionalis Hindu terhadap komunitas Muslim. Sebuah laporan baru-baru ini juga menemukan bahwa jumlah tweet Islamofobia terbesar antara tahun 2019 dan 2021 berasal dari India.
Sehubungan dengan Cina, negara-negara mayoritas Muslim yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) sebagian besar bungkam terhadap isu persekusi Uighur, dan beberapa negara malah berfokus untuk membina hubungan ekonomi dan diplomatik yang lebih erat dengan negara tersebut.
Surat tersebut menyerukan kepada negara-negara mayoritas Muslim untuk melawan Islamofobia secara internasional. Surat tersebut juga mengatakan bahwa pemerintah harus melindungi tempat-tempat ibadah dari kejahatan kebencian, para pemimpin politik harus terlibat dengan konstituen Muslim, dan masyarakat harus membangun jembatan dengan tetangga yang memiliki agama yang berbeda.
“Kami menyerukan kepada pemerintah di negara-negara mayoritas Muslim untuk mendukung dan membela Muslim yang mengalami Islamofobia di negara lain, bahkan jika itu berarti menantang tindakan mitra ekonomi dan apa yang disebut sebagai sekutu,” kata surat itu.
“Semua ini tidak dapat diterima, dan semuanya saling terkait. Mereka yang menargetkan Muslim di satu negara menginspirasi orang lain di seluruh dunia untuk melakukan hal yang sama dan menggunakan retorika yang sama untuk membenarkan ketidakadilan mereka,” lanjut surat itu.
Kefanatikan anti-Muslim dan rasisme muncul dalam berbagai bentuk. Bentuk-bentuk ini termasuk ujaran kebencian, pembatasan kebebasan beragama, vandalisme, kejahatan, penangkapan sewenang-wenang, pengawasan massal, pembersihan etnis, dan genosida, kata surat itu.
“Sebagaimana para ekstremis anti-Muslim telah bersatu dalam dedikasi mereka untuk menargetkan umat Islam, umat Islam harus bersatu dalam dedikasi kita untuk membela satu sama lain dan memajukan keadilan bagi semua orang.” (haninmazaya/arrahmah.id)