DHAKA (Arrahmah.com) – Seorang pejabat tinggi PBB pada Jumat (25/1/2019) mendesak Arab Saudi untuk tidak mendeportasi anggota komunitas Rohingya yang dianiaya ke Bangladesh tetapi sebaliknya memberikan mereka status pengungsi, lapor Anadolu.
“Saya kecewa dengan deportasi 13 Rohingya baru-baru ini dari Arab Saudi ke Bangladesh,” kata Yanghee Lee, pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar, pada sebuah konferensi pers di ibukota Bangladesh, Dhaka.
Lee memberi tahu wartawan tentang kunjungannya selama seminggu ke kamp-kamp Rohingya di distrik Cox’s Bazar dan pulau Bhasan Char di Bangladesh selatan.
Dia menyatakan keprihatinannya atas penangkapan Rohingya yang dilaporkan oleh otoritas Saudi.
“Orang-orang ini telah melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar dan harus diperlakukan dengan baik.”
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang semakin tinggi akan serangan sejak belasan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Amnesti Internasional, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut sebuah laporan oleh Ontario International Development Agency (OIDA).
Lebih dari 34.000 Rohingya juga dibakar hidup-hidup, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, kata laporan OIDA, berjudul “Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terungkap.”
Sekitar 18.000 perempuan dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak, tambahnya.
PBB juga telah mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal dan penghilangan yang dilakukan oleh pasukan negara Myanmar.
Dalam sebuah laporan, penyelidik PBB mengatakan pelanggaran seperti itu mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (Althaf/arrahmah.com)