GAZA (Arrahmah.id) – Kantor Media Pemerintah Gaza menuntut Program Pangan Dunia PBB (WFP) segera membatalkan keputusan mereka yang menunda pengiriman bantuan pangan untuk menyelamatkan jiwa ke Gaza utara.
WFP mengumumkan pada Selasa (20/2) bahwa mereka akan “menjeda pengiriman” bantuan pangan ke wilayah utara “sampai kondisi memungkinkan distribusi yang aman.”
Dalam sebuah pernyataan pada Selasa malam (20/2), kantor media tersebut mengatakan pihaknya terkejut mendengar berita mengenai keputusan WFP tersebut, dan mengatakan bahwa keputusan tersebut sama dengan “hukuman mati bagi 750.000 orang, sehingga memperburuk situasi kemanusiaan.”
“Kami menuntut Program Pangan Dunia segera mencabut keputusan buruknya yang menunda pengiriman bantuan pangan dan meminta pertanggungjawaban PBB dan komunitas internasional,” kata kantor media itu dalam sebuah pernyataan pada Selasa malam (20/2).
“Kami menyatakan penolakan mutlak kami terhadap keputusan ini, yang akan menyebabkan bencana global.”
Kantor tersebut menuntut “semua lembaga PBB untuk segera kembali bekerja di provinsi Gaza dan Gaza Utara tanpa ragu-ragu, bukannya melalaikan dan melarikan diri dari tanggung jawab dan tugas internasional yang harus dilaksanakan.”
Lebih lanjut pernyataan tersebut menyatakan bahwa lembaga-lembaga tersebut “bertanggung jawab penuh atas kegagalan mereka dalam menjalankan tugas mereka, serta akibat bencana kelaparan yang semakin parah di Jalur Gaza.”
Tembakan dan Penjarahan
Dalam sebuah pernyataan, WFP mengatakan keputusan tersebut “tidak diambil dengan mudah, karena kita tahu bahwa hal ini berarti situasi di sana akan semakin memburuk dan lebih banyak orang berisiko meninggal karena kelaparan.”
WFP menyatakan pihaknya “sangat berkomitmen untuk segera menjangkau orang-orang yang putus asa di seluruh Gaza, namun keselamatan dan keamanan untuk menyalurkan bantuan pangan penting – dan bagi orang-orang yang menerimanya – harus dipastikan.”
Pengiriman dilanjutkan pada Ahad (18/2) setelah penangguhan selama tiga pekan menyusul serangan terhadap truk UNRWA dan karena tidak adanya sistem pemberitahuan kemanusiaan yang berfungsi, kata WFP.
“Rencananya adalah mengirimkan 10 truk makanan selama tujuh hari berturut-turut, untuk membantu membendung gelombang kelaparan dan keputusasaan dan untuk mulai membangun kepercayaan di masyarakat bahwa akan ada cukup makanan untuk semua.”
Pernyataan itu mengatakan bahwa pada Ahad (18/2), ketika WFP memulai rute menuju Kota Gaza, konvoi tersebut “dikelilingi oleh kerumunan orang yang kelaparan” di dekat pos pemeriksaan Wadi Gaza.
“Kami menghadapi orang-orang yang mencoba naik ke truk kami, kemudian kami dihujani tembakan ketika memasuki Kota Gaza, tim kami mampu mendistribusikan sejumlah kecil makanan di sepanjang jalan.”
Pada Senin (19/2), perjalanan konvoi kedua ke utara “menghadapi kekacauan dan kekerasan akibat runtuhnya ketertiban sipil,” tambahnya.
Beberapa truk dijarah antara Khan Younes dan Deir al Balah dan seorang sopir truk dipukuli.
“Sisa tepung secara spontan didistribusikan dari truk-truk di kota Gaza, di tengah ketegangan tinggi dan kemarahan yang meledak-ledak,” kata WFP.
Penurunan Jumlah Truk Bantuan
Penangguhan bantuan ke wilayah utara diperburuk oleh penurunan signifikan jumlah truk bantuan yang memasuki seluruh Gaza.
Menurut Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina, rata-rata “94,5 truk per hari” mencapai Gaza “melalui penyeberangan Rafah dan Karm Abu Salem” antara 21 Oktober dan 1 Februari. Sebelum serangan gencar “Israel” di Jalur Gaza, dilaporkan sekitar 600 truk memasuki Gaza setiap hari.
UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina, mengatakan bahwa “51 persen” misi yang direncanakan oleh badan tersebut dan mitra kemanusiaannya “untuk memberikan bantuan dan melakukan penilaian ke daerah-daerah di Gaza utara tahun ini tidak dapat diakses oleh otoritas “Israel”.”
“Kerawanan pangan di utara Wadi Gaza telah mencapai kondisi yang sangat kritis,” kata UNRWA dalam sebuah unggahan di X.
Selain itu, keluarga para tawanan di Gaza, bersama dengan aktivis sayap kanan telah memblokir jalur truk bantuan melalui penyeberangan Kerem Shalom (Karem Abu Salem).
Meninggal karena Kelaparan
WFP lebih lanjut mengatakan bahwa pada Desember, laporan Klasifikasi Fase Terpadu yang disusun oleh 15 lembaga termasuk WFP memperingatkan risiko kelaparan di Gaza utara pada Mei kecuali kondisi di sana membaik secara signifikan.
“Pada akhir Januari, setelah mengirimkan makanan ke wilayah utara, kami melaporkan kondisi yang memburuk dengan cepat.”
Dalam dua hari terakhir ini “tim kami menyaksikan tingkat keputusasaan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata WFP, seraya menambahkan bahwa laporan terbaru “mengonfirmasi kemerosotan drastis Gaza ke dalam kelaparan dan penyakit.”
Makanan dan air bersih, tambah pernyataan itu, menjadi sangat langka dan penyakit merajalela, sehingga membahayakan nutrisi dan kekebalan perempuan dan anak-anak serta mengakibatkan lonjakan malnutrisi akut.
“Orang-orang sudah sekarat akibat kelaparan,” tegas WFP.
Ia menambahkan, “Gaza berada di ujung tanduk dan WFP harus dimampukan untuk membalikkan jalan bagi ribuan orang yang kelaparan.”
Wanita dan Anak-anak alami malnutrisi
Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) pada Senin (19/2) memperingatkan bahwa peningkatan tajam kekurangan gizi di kalangan anak-anak, wanita hamil dan menyusui di Jalur Gaza menimbulkan ancaman besar bagi kesehatan mereka.
“Pemeriksaan gizi yang dilakukan di tempat penampungan dan pusat kesehatan di wilayah utara menemukan bahwa 15,6 persen – atau 1 dari 6 anak di bawah usia 2 tahun – mengalami kekurangan gizi akut,” kata UNICEF dalam sebuah pernyataan.
Dari jumlah tersebut, hampir 3 persen menderita “kekurangan gizi yang parah, yang merupakan bentuk malnutrisi yang paling mengancam jiwa,” yang menempatkan anak-anak pada risiko tertinggi terkena komplikasi medis dan kematian kecuali mereka menerima perawatan segera.
Awal bulan ini, ActionAid memperingatkan bahwa warga Palestina terpaksa makan rumput dalam upaya mencegah kelaparan karena “Israel” terus menghambat pengiriman bantuan kepada warga sipil di daerah kantong tersebut.
“Masyarakat sekarang sangat putus asa sehingga mereka makan rumput sebagai upaya terakhir untuk mencegah kelaparan,” kata Riham Jafari, koordinator advokasi dan komunikasi di ActionAid Palestine. (zarahamala/arrahmah.id)