BAGHDAD (Arrahmah.com) – Paus Fransiskus mendarat di Baghdad pada Jumat (5/3/2021) untuk perjalanan luar negeri yang paling berisiko sejak pemilihannya pada tahun 2012, mengatakan dia merasa terikat kewajiban untuk melakukan kunjungan “simbolis” karena Irak telah menderita begitu lama.
Pesawat Alitalia yang membawanya, rombongannya, seorang petugas keamanan, dan sekitar 75 wartawan, mendarat di Bandara Internasional Baghdad sedikit lebih cepat dari jadwal sebelum jam 2 siang waktu setempat.
Irak mengerahkan ribuan personel keamanan tambahan untuk melindungi paus berusia 84 tahun itu selama kunjungan itu, yang terjadi setelah serentetan serangan roket dan bom bunuh diri menimbulkan kekhawatiran akan keselamatannya.
“Saya senang bisa melakukan perjalanan lagi,” katanya dalam komentar singkat kepada wartawan di pesawatnya, menyinggung pandemi virus corona yang telah mencegahnya bepergian. Perjalanan ke Irak adalah yang pertama di luar Italia sejak November 2019.
“Ini adalah perjalanan simbolik dan ini adalah tugas terhadap tanah yang telah menjadi martir selama bertahun-tahun,” ungkap Fransiskus, sebelum mengenakan masker dan menyapa setiap reporter satu per satu, tanpa berjabat tangan.
Dia akan melakukan Misa di sebuah gereja Baghdad, bertemu dengan pemimpin Syiah Irak di selatan kota Najaf dan melakukan perjalanan ke Mosul, di mana tentara harus mengosongkan jalan-jalan untuk alasan keamanan tahun lalu karena kunjungan perdana menteri Irak.
Mosul adalah bekas benteng ISIS, dan gereja serta bangunan lain di sana masih menyimpan bekas konflik.
Fransiskus akan bertemu dengan pendeta di sebuah gereja Baghdad, yang sempat menjadi sasaran penembakan serta membunuh lebih dari 50 jemaah pada tahun 2010. Kekerasan terhadap kelompok agama minoritas Irak, terutama ketika sepertiga dari negara itu dijalankan oleh ISIS, telah mengurangi komunitas Kristen kuno menjadi seperlima dari itu dulu 1,5 juta orang.
Paus juga akan mengunjungi Ur, tempat kelahiran nabi Ibrahim, yang dihormati oleh umat Kristen, Muslim dan Yahudi, dan bertemu dengan petinggi Syiah Irak, Ayatollah Ali al-Sistani yang berusia 90 tahun.
Pertemuan dengan Sistani, yang memiliki pengaruh besar atas mayoritas Syiah Irak dan dalam politik negara itu, akan menjadi yang pertama seorang paus.
Beberapa kelompok militan Syiah telah menentang kunjungan paus, membingkainya sebagai campur tangan Barat dalam urusan Irak, tetapi banyak warga Irak berharap hal itu dapat membantu memupuk pandangan baru tentang Irak. (Althaf/arrahmah.com)