Kembali pada kamp Taliban Inggris, para komandan yang berada di kebun duduk mengitari Lal Muhammad. Mereka termasuk Haji Saleh, orang tua yang telah berusia sekitar 60-an, seseorang yang telah mulai berjihad sejak 31 tahun lalu. Saat itu ia memerangi Rusia (Uni Soviet-red).
Pekerjaan Haji Saleh adalah menanam ranjau. “Aku pergi di malam hari dan meletakkan ranjau di jalan,” ujarnya. Ia bekerja dengan pejuang lainnya, Bilal yang merupakan ahli elektronik dalam kelompoknya. Bilal berasal dari Afghanistan timur, ia sering disebut ahli mesin Sahib karena ia memiliki gelar teknik dari sebuah universitas di Pakistan.
Bilal menghabiskan malam untuk mengajarkan teman-temannya bagaimana menjatuhkan helikopter (“Tembak di bagian rotor. Jangan menembak ketika ia datang padamu dan mengenai bagian belakang”) dan mengatakan kepadaku, rekan-rekannya di Pakistan mensuplai diri dengan peta Google Earth, mereka menggunakannya untuk mengetahui lokasi basis militer Pakistan dan mengidentifikasi targte mortir mereka.
Haji Saleh memberikan Bilal sebuah ranjau darat dalam plas kecil, Bilal memasukkan beberapa skrup logam dan memutarnya. Ketika mereka kembali satu jam kemudian, tangan Bilal ditutupi dengan lapisan perak logam yang membakar kulitnya.
Setelah makan malam, Lal Muhammad memohon diri untuk meninggalkan kompleks tersebut. Ia tidur di rumah yang berbeda setiap malam untuk menghindari upaya pembunuhan.
Sebelum kami pergi tidur, Taliban dari Lpndon Timur menunjukkan gambar kepadaku dari ponselnya, memperlihatkan rekannya yang telah syahid dalam pertempuran. Dia tersenyum saat melihat foto-foto tersebut, namun ada sedikit air mata di matanya.
Pertempuran
Amerika memulai serangan mereka di tengah malam. Kami terbangun tepat pukul 02.00 ketika seorang laki-laki berteriak masuk ke dalam ruangan. “Mana roket-roket? Amerika mendarat”.
Di suatu tempat di kegelapan malam, kami bisa mendengar suara helikopter mendarat. Jendela berderak dan rumah bergetar.
“Dimana roket-roket?” ulang pria itu, suaranya gemetar dengan dicampur marah.
Senjata mesin berderak ke seluruh desa. Helikopter kedua terdengar berputa-putar di atas rumah. Jendela bergetar, suara-suara tersebut semakin keras.
Bilal yang tidur di sudut ruangan, melempar selimutnya dan melompat berdiri berlari keluar rumah. Di halaman rumah, Talib Inggris berdiri dengan memegang Kalashikov, menembakkannya ke udara.
Ketika roket-roket tiba, seorang pejuang menembakkan tiga roket di luar kompleks. Roket tersebut mendarat dan mengeluarkan bunyi keras.
Amerika membalas dengan meluncurkan misil yang menghantam dinding di depan kami. Senapan mesin mengguncang terus-menerus disambut dengan tembakan Kalashnikov.
Kemudian Taliban menembakkan mortir dari halaman kamp kami, masing-masing bom membuat suara keras diikuti dengan bunyi “gedebuk”.
Satu jam kemudian, helikopter berputar menjauh dan pertempuran mereda menjadi baku-tembak. Taliban asal Inggris masuk ke dalam ruangan dan berkata Bilal ditangkap oleh Amerika dan Taliban akan menyerang daerah dimana Amerika mendarat dan mencoba membebaskan Bilal.
Pertempuran berlanjut, kali ini dari berbagai arah Taliban berusaha menekan musuh. Helikopter musuh kembali dengan cepat dan terbang rendah, menembakkan meriam api sebelum kembali berputar menjauh.
Sekitar pukul 4.30, helikopter lainnya terbang dan mendarat, getaran demi getaran membuka jendela rumah dan membawa hawa dingin yang memenuhi ruangan saat itu.
Keheningan yang berlangsung pecah oleh suara serak memekikkan “allahu Akbar!” Pertempuran-salah satu dari banyak pertempuran malam hari antara tentara khusus Amerika dengan Taliban- berakhir setelah tiga jam.
Syahid
Sebelum Taliban dengan janggut merah dinyatakan meninggal, seorang perempuan mulai menangis, dia menundukkan kepala dan terisak di desa yang sunyi. Fajar mulai merekah ketika jenazah di bawa ke dalam halaman, dibungkus dengan selimut merah dengan bunga-bunga kuning terselip di bawah dagunya, ia diletakkan di lantai.
Seseorang merekam wajahnya dengan kamera ponsel. Suara tangis wanita itu tenggelam oleh ratapan yang lain. Kakak dari Talib yang meninggal memeluk tubuhnya dan menangis.
“Paspornya sudah siap,” ujarnya. “Ia akan pergi tiga hari lagi.”
Banyak pejuang dengan senjata di bahu mereka, berdiri melihat adegan dalam keheningan.
Talib asal Britis meringkuk di sudut ruangan, wajahnya tak berekspresi, mulutnya bergetar, air mata bergulir di pipinya dan masuk ke janggutnya.
Kini, jenazah tersebut dikelilingi oleh pejuang lainnya, mereka mengusao rambut, wajah dan mencium tangannya. Mereka membuka selimut untuk melihat lubang kecil di sisi kepalanya dan memeriksa dada yang penuh noda darah.
Korban lainnya dibawa masuk, termasuk seorang anak muda yang terbaring di belakang mobil, kemejanya basah dengan darah, tangannya menutupi mata kanannya.
Ayahnya adalah guru bahasa Arab, yang juga terluka dalam pertempuran. Terdapat beberapa korban lainnya dalam pertempuran itu. Anak dari seorang Taliban berjanggut merah berlarian dan berteriak, “Balas dendam! Bals dendam! dengan nama Allah!”
Sekitar pukul tujuh pagi Bilal tiba di kompleks itu, ia tidak -seperti yang dikatakan oleh semua mengenai penangkapannya- Ia memerintahkan para pejuang untuk berpencar dari tempat itu terkait penyerangan misil semalam, lalu ia berpaling ke arahku.
“Kami ingin kau ikut dengan kami,” ujarnya. “Kami punya beberapa pertanyaan untukmu.”
Ini adalah laporan khusus yang ditulis oleh Ghaith Abdul-Ahad di Afghanistan dan kami mengutipnya dari Forum Ansar Al-Mujahidin. (haninmazaya/arrahmah.com)