KHARTOUM (Arrahmah.com) – Total korban tewas akibat protes kudeta militer Sudan yang berlangsung pada Oktober lalu bertambah jadi 24 orang per Selasa (16/11/2021).
Pernyataan sebuah asosiasi independen Komite Pusat Dokter Sudan mengumumkan kematian pengunjuk rasa yang “ditembak di kepala oleh pasukan kudeta militer pada 13 November dan telah ditangani di Rumah Sakit Al-Waad.”
Dewan militer Sudan yang kini berkuasa di negara itu mengumumkan status darurat nasional pada 25 Oktober lalu dan membubarkan dewan transisi kedaulatan dan pemerintah.
Pengumuman itu berlangsung beberapa jam setelah militer Sudan menahan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan sejumlah menterinya.
Sejak itu, demonstrasi anti-kudeta terus berlangsung di berbagai kota. Tak jarang, aksi protes itu berujung bentrok antara pedemo dan aparat keamanan.
Lima demonstran tewas karena aksi protes anti-kudeta di Sudan pada Sabtu (13/11).
Melansir kantor berita Anadolu Agency, Komite Pusat untuk Dokter Sudan melaporkan bahwa kelima demonstran itu mengikuti dua aksi demo berbeda. Dua orang tewas di Kota Omdurman, sementara tiga lainnya di timur Khartoum.
Sementara itu, menurut laporan petugas medis, empat orang tewas akibat tembakan, sementara satu lainnya meninggal dunia usai kehabisan napas akibat gas air mata.
Stasiun televisi pemerintah Sudan juga melaporkan bahwa 39 anggota kepolisian “terluka parah” dalam bentrokan dengan demonstran.
Dewan Militer Sudan mengumumkan keadaan darurat di negara itu pada 25 Oktober dan membubarkan dewan kedaulatan dan pemerintah transisi. Mereka juga menangguhkan beberapa ketentuan dokumen konstitusional yang menguraikan transisi politik.
Sebelum kudeta militer terjadi, Sudan dikelola oleh pemerintah militer dan sipil, mengingat kedua kubu ini memang terlibat perebutan kekuasaan sejak lama.
Kudeta yang terjadi di Sudan tahun ini merupakan imbas dari krisis politik yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Sejak kudeta April 2019 berhasil menggulingkan mantan Presiden Sudan Omar al-Bashir, militer dan kelompok masyarakat sipil pro-demokrasi terus berselisih memperebutkan kursi pemerintahan meski telah sepakat berdamai dan membagi kekuasaan.
Namun, para pemimpin dari kelompok sipil menilai militer Sudan berupaya meraih kekuasaan yang lebih besar. Pertentangan kemudian menjadi salah satu alasan terjadinya kudeta pemerintahan di negara itu. (hanoum/arrahmah.com)