Seorang dokter militer yang menyebut “sulit dipercaya” menunjukkan tentara AS di Afghanistan menderita cedera yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang tahun lalu, termasuk tiga kali lipat amputasi lebih dari satu tangan.
Sebuah penelitian oleh dokter tersebut di Pusat Medis Regional Landstuhl di Jerman di mana sebagian besar tentara yang mengalami luka dikirim ke sana sebelum kembali ke Amerika Serikat, membenarkan ketakutan mereka : medan pertempuran telah menjadi semakin brutal.
Di tahun 2009, 75 anggota yang di bawa ke Landstuhl harus di amputasi kaki mereka, dan 21 dari mereka telah kehilangan lebih dari satu kaki atau tangan.
Namun pada tahun 2010, 171, 11 persen dari semua korban yang dibawa ke Landstuhl telah mengalami amputasi, porsi yang lebih tinggi dari perang di masa lalu. Dari 171, 65 di antaranya kehilangan lebih dari satu tangan atau kaki mereka.
Luka pada daerah genital juga meningkat. Pada tahun 2009, 52 korban dibawa ke Landstuhl dengan luka di bagian kelamin atau saluran kemih mereka. Dan pada tahun 2010 jumlahnya menjadi 142.
Dr. John Holcomb, seorang kolonel pensiunan Angkatan Darat dengan pengalaman tempur, mengatakan ia dan dokter lain yang terlibat dalam penelitian ini dikejutkan dengan temuan yang ia sebut “sulit dipercaya”.
“Semua orang terkejut dengan frekuensi cedera ini, amputasi ganda, luka pada penis dan testis,” ujar Holcomb, yang kini menjadi profesor medis di Universitas Texas. “Tidak ada yang seperti ini terjadi sebelumnya.”
Militer mengatakan meningkatnya korban cedera dapat dikaitkan dengan penggunaan IED oleh Mujahidin Afghanistan, bom tepi jalan yang menjelaskan kematian sebagian besar tentara As dan NATO juga korban luka. Tahun lalu juga merupakan tahun mematikan bagi pasukan AS di Afghanistan.
Pasukan semakin rentan terhadap cedera dari bom musuh saat mereka berpatroli di kaki gunung untuk memenangkan dukungan dari penduduk desa Afghan, strategi kunci dalam kampanye salibis AS melawan Mujahidin.
Sebuah Humvee lapis baja memberikan perlindungan dari ledakan. Namun ketika seorang tentara mendapat serangan bom ranjau, terdapat sedikit perlindungan dari pecahan peluru atau udara yang super panas. Juga batu, kotoran dan puing-puing lainnya yang tertanam dalam luka akibat ledakan dapat menyebabkan infeksi langsung dan menghancurkan.
Rumah sakit di Landstuhl adalah yang tersibuk sejak pertempuran di kota Falluja Irak pada 2004, ujar pejabat militer AS. Baik jumlah dan tingkat keparahan telah meningkat, ujar Letkol. Raymond Fang, seorang ahli bedah dan direktur medis trauma di Landstuhl.
Rata-rata pasien tinggal tiga hari di Landstuhl sebelum diterbangkan ke AS untuk perawatan lebih lanjut.
Di Afghanistan beberapa pejabat percaya bahwa “militan” telah meningkatkan baik kekuatan ledakan maupun kemampuan mereka untuk menempatkannya untuk pembantaian maksimum.
Beberapa ledakan ditempatkan pada pagar dan lokasi atas tanah lainnya sehingga serangan ledakan langsung di kaki tentara atau medis corpsman yang mendampingi pasukan tempur.
“Ini senjata teror yang dirancang untuk menimbulkan luka-luka yang menyedihkan,” ujar Mayjend. Richard Mills, mantan marinir di Afghanistan.
Kamp Pendleton Batalion 3 telah sangat terpukul dengan tewasnya 24 marinir dan lebih dari 175 terluka saat dikerahkan di ditrik Sangin, provinsi Helmand.
Lebih dari selusin marinir telah kehilangan dua atau lebih anggota badan. Salah satunya adalah Letnan James Byler (25) dari Long Island, New York yang memimpin patroli di awal Oktober ketika ledakan bom ranjay memutuskan kakinya.
Byler berpatroli berjalan kaki saat itu, berhati-hato dalam gaya yang disebut “ranger style” dengan setiap orang mengikuti jejak dari orang di depannya.
“Semua telah pergi dari tempat itu kini,” ujar Byler yang kini memulihkan diri di Amerika Serikat. “Aku tengah melangkah di atasnya saat bom meledak.”
“Itu bukan ledakan besar, namun cukup untuk memutuskan kakiku.” (haninmazaya/arrahmah.com)