KIEV (Arrahmah.id) — Tuduhan pemerkosaan yang dilakukan pasukan Rusia pada wanita-wanita Ukraina ketika melakukan invasi yang disampaikan pemerintah Ukraina beberapa waktu lalu akhirnya terbukti.
Sebuah pembicaraan tentara Rusia yang disadap mengungkapkan bahwa mereka telah memerkosa seorang gadis Ukraina berusia 16 tahun.
Dalam pembicaraan tersebut, seorang tentara Rusia mengungkapkan pelaku pemerkosaan adalah tiga rekannya dari unit tank.
“Ada tiga pria yang menggunakan tank di sini. Mereka memerkosa seorang gadis berusia 16 tahun,” bunyi rekaman tersebut dikutip dari Daily Star, Kamis (31/3/2022).
Pemerkosaan yang dilakukan oleh tentara Rusia tidak hanya itu saja. Dilaporkan juga telah terjadi di sejumlah kota Ukraina.
Dua perempuan Ukraina yang diperkosa telah mengungkapkan apa yang mereka alami.
Bahkan, salah satu dari mereka mengungkapkan bahwa suaminya ditembak mati, sebelum kemudian tentara Rusia memerkosanya pada 9 Maret 2022 lalu.
Badan Keamanan Ukraina, SSU, telah mengumpulkan bukti-bukti dari kejahatan perang Rusia untuk disidangkan di Mahkamah Internasional Den Haag.
Bukti-bukti yang dikumpulkan berasal dari layanan percakapan, hotline, aplikasi pesan, dan juga pesan elektronik.
Rekaman pembicaraan tersebut telah disebarkan oleh SSU, menyusul adanya keraguan yang berkembang terkait negosiasi damai Kremlin.
Rusia sendiri diklaim telah melakukan sejumlah kejahatan perang pada invasi yang mereka sebut sebagai ‘operasi militer khusus’ itu.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba pada Jumat (4/3) lalu, menuduh pasukan Rusia memperkosa wanita Ukraina.
Dia mendukung seruan untuk pembentukan pengadilan khusus untuk menghukum agresi Moskwa di Ukraina.
“Kami memiliki banyak kasus, sayangnya, ketika tentara Rusia memperkosa wanita di kota-kota Ukraina,” kata dia.
Dikutip dari AFP, Kuleba menyatakan tuduhannya tersebut dalam sebuah pengarahan secara online di lembaga pemikir Chatham House di London, Inggris.
Dia tidak memberikan rincian terkait kasus pemerkosaan yang dituduhkan ke pasukan Rusia itu, tetapi mendukung banding oleh mantan perdana menteri Inggris Gordon Brown dan sejumlah ahli hukum internasional untuk pengadilan khusus.
“Hukum internasional adalah satu-satunya alat peradaban yang tersedia bagi kita untuk memastikan bahwa pada akhirnya, semua orang yang memungkinkan perang ini akan dibawa ke pengadilan,” kata Kuleba saat melihat jumlah korban sipil meningkat di Ukraina.
“Kami berperang melawan musuh yang jauh lebih kuat dari kami,” ungkap Kuleba.
“Tapi hukum internasional ada di pihak kami, dan mudah-mudahan itu akan memberikan kontribusinya sendiri untuk membantu kami menang,” tambah Menlu Ukraina tersebut.
Para pejabat tinggi, termasuk Brown, mantan hakim dan pakar hukum pada Rabu (2/3), menyerukan pembentukan pengadilan khusus, sementara Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mempelajari apakah akan mengadili dugaan kejahatan perang di Ukraina.
“Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk melancarkan serangan ke Ukraina merupakan tantangan besar bagi tatanan internasional pasca 1945,” kata mereka dalam sebuah pernyataan.
Para pejabat tersebut menuding Putin telah berusaha untuk menggantikan aturan hukum dan prinsip-prinsip penentuan nasib sendiri untuk semua orang dengan menggunakan kekuatan.
“Seluruh dunia perlu disadarkan akan tindakan agresi yang telah dia (Putin) lakukan dan kekejaman yang dia perintahkan,” terang mereka. (hanoum/arrahmah.id)