DHAKA (Arrahmah.com) – Setidaknya 25 warga sipil Bangladesh terbunuh oleh Pasukan Keamanan Perbatasan India (BSF) dalam enam bulan pertama tahun ini, menurut pengawas hak asasi manusia.
Odhikar, sebuah kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Bangladesh, merilis sebuah laporan pada hari Senin di mana ia juga menyatakan bahwa BSF melukai 17 dan menculik tiga warga negara Bangladesh lainnya, lansir Al Jazeera (8/7).
“[Sebanyak] 45 warga negara Bangladesh telah menjadi korban oleh pasukan perbatasan tetangga antara Januari dan Juni, 2020,” kata laporan itu.
Mengacu pada pembunuhan seorang remaja Bangladesh yang banyak dibahas, laporan itu mengatakan: “Selama periode ini, seorang anggota BSF memasuki Bangladesh dan menembak mati seorang peserta ujian SSC (sertifikat sekolah menengah) yang terlibat dalam pekerjaan pertanian.”
Shimon Roy (16), ditembak pada 19 April di distrik perbatasan utara Thakurgaon, menurut laporan media setempat.
Menganggap pembunuhan di perbatasan “sangat disayangkan” dan “tidak dapat diterima”, Letnan Kolonel Fayezur Rahman, direktur operasi Penjaga Perbatasan Bangladesh (BGB), mengatakan kepada Anadolu, “Petugas tingkat lapangan kami dan pejabat tingkat tinggi di kantor pusat telah mengirim beberapa surat protes menentang pembunuhan itu.
“Sayangnya, ada pembunuhan di perbatasan, dan kami tidak dapat memastikan bahwa itu tidak akan terulang di masa depan,” tambahnya.
Penembakan di sepanjang 4.096 km (2.545 mil) perbatasan terjadi ketika pasukan perbatasan India menerapkan kebijakan “tembak ditempat” yang kontroversial untuk mencegah penyelundupan ternak dan penyeberangan ilegal ke India dari Bangladesh.
Menanggapi laporan Odhikar, SS Guleria, seorang pejabat tinggi BSF di markas Benggala Selatan di India, mengatakan kepada Anadolu setidaknya 10 warga negara Bangladesh tewas di sisi selatan perbatasan.
“Kejahatan lintas batas berada di titik tertinggi sepanjang masa di sini. Sebagian besar, mereka (Bangladesh) datang untuk membeli Phensydl, sirup obat batuk yang digunakan sebagai drug oleh anak-anak muda. Bangladesh telah melarang sirup itu, dan dengan demikian pemuda ini mencoba untuk mendapatkannya dari India,” klaim Guleria.
Dia lebih lanjut mengatakan bahwa setidaknya 6.000 hingga 8.000 dikembalikan oleh pasukan tahun lalu. (haninmazaya/arrahmah.com)