HEBRON (Arrahmah.com) – Pasukan penjajah “Israel” menyerbu kantor stasiun radio Palestina di Hebron pada Selasa (3/11/2015) pagi. Mereka menghancurkan peralatan dan memerintahkan stasiun itu ditutup. Seperti dilansir Ma’an, ini adalah pelanggaran terbaru dalam kebebasan pers di wilayah Palestina yang diduduki.
Stasiun radio Manbar Al-Huriyya (Freedom Tribune) menulis di situtsnya bahwa pasukan penjajah “Israel” telah menghancurkan perlatan di dalam kantor dan menyita peralatan lainnya.
Para prajurit kemudian mengeluarkan perintah militer, memberitahukan kepada karyawan bahwa stasiun radio itu harus ditutup dan dilarang siaran.
Militer “Israel” mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa stasiun ditutup “sebagai bagian dari perjuangan terus-menerus melawan penghasutan”.
Ia melanjutkan, “Pasukan menyita peralatan penyiaran untuk mencegah hasutan yang telah menyebabkan munculnya kekerasan di kawasan itu selama beberapa pekan terakhir.”
Pasukan penjajah “Israel” menuduh stasiun radio menghasut untuk melakukan penusukan, kerusuhan, dan melaporkan klaim palsu dan berbahaya terhadap pasukan “Israel” yang mengeksekusi dan menculik warga Palestina.
Pernyataan itu mengatakan bahwa pasukan “Israel” telah menutup stasiun dua kali sebelumnya, pada tahun 2002 dan pada tahun 2008.
Insiden itu terjadi sehari setelah pengawas kebebasan pers Paletina mengutuk lebih dari 450 pelanggaran media sejak awal tahun.
Pusat Pembangunan dan Kebebasan Media Palestina yang dikenal sebagai MADA, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia “mengutuk kekerasan terhadap wartawan Palestina oleh Angkatan Pendudukan ‘Israel’, termasuk lebih dari 100 pelanggaran pada Oktober saja.”
Dikatakan bahwa “kekebalan hukum” kurangnya pertanggungjawaban, mendorong pasukan “Israel” untuk melakukan lebih banyak kejahatan dan serangan.
Pengawas mengatakan bahwa pelanggaran pers tidak mencapai jumlah tahun lalu, ketika 17 wartawan Palestina tewas oleh pasukan “Israel” di Gaza, pelanggaran telah menjadi bukti ekskalasi besar tahun ini.
Kelompok ini menyerukan pertanggungjawaban, juga menyerukan untuk mencegah penyaringan dan penganiayaan wartawan dan aktivis mengenai pendapat dan komentar mereka di media sosial.
(fath/arrahmah.com)