GAZA (Arrahmah.id) – Lima warga Palestina, termasuk seorang anak, terluka pada Ahad (26/1/2025) oleh pasukan pendudukan ‘Israel’ yang menembaki sekelompok orang yang mengungsi di Jalan Al-Rashid di Gaza tengah.
Peristiwa itu terjadi saat mereka sedang menunggu izin untuk kembali ke wilayah Gaza dan Gaza Utara, sesuai dengan perjanjian gencatan senjata.
Sumber medis di Rumah Sakit Al-Awda di kamp pengungsi Al-Nuseirat, di Gaza tengah, melaporkan bahwa lima warga Palestina yang terluka tiba di rumah sakit, setelah ditembak oleh pasukan ‘Israel’ saat berkumpul di Jalan Al-Rashid di Taba Al-Nuwiri, sebelah barat kamp.
Al-Jazeera mengutip saksi mata yang melaporkan bahwa ratusan warga Palestina yang mengungsi menghabiskan malam di luar ruangan dalam kondisi dingin di Taba Al-Nuwiri, titik terakhir yang dapat diakses di sebelah barat sebelum bergerak menuju Provinsi Gaza utara.
Mereka dilaporkan mengatakan bahwa kendaraan militer ‘Israel’ yang diposisikan di poros Netzarim, yang memisahkan bagian utara dan selatan Jalur Gaza, menembaki warga Palestina yang berkumpul di daerah tersebut.
Warga Palestina menunggu tentara ‘Israel’ mundur dari poros tersebut untuk memungkinkan mereka kembali ke Gaza dan wilayah utara, seperti yang disepakati dalam gencatan senjata.
Despite the resistance fulfilling its part of the agreement by handing over 4 Israeli soldiers, the Israeli occupation continues to evade the ceasefire terms and stall on withdrawing from the Netzarim axis. #CeasefireViolation #IsraeliOccupation" pic.twitter.com/L4K2C6LCBG
— The Palestine Chronicle (@PalestineChron) January 26, 2025
Kasus Arbel Yehuda
Dalam beberapa jam terakhir, kasus tahanan ‘Israel’ Arbel Yehud di Gaza telah meningkatkan ketegangan, mengancam kelanjutan gencatan senjata.
Tel Aviv menunjukkan sikap keras kepala, menghubungkan pembebasannya dengan kembalinya ratusan ribu warga Palestina ke Gaza utara.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu mengatakan, “’Israel’ tidak akan mengizinkan penduduk Gaza kembali ke utara Jalur Gaza sampai Arbel Yehuda, yang masih ditahan oleh faksi Palestina, dibebaskan.”
Tens of thousands of Palestinians at the Netzarim Corridor in central Gaza 🇵🇸 prevented by Israeli 🇮🇱 occupation forces from returning to northern Gaza.
Proof, if it was ever needed, that occupation is imprisonment.pic.twitter.com/0znrQKi4Pw
— Howard Beckett (@BeckettUnite) January 26, 2025
Gerakan Perlawanan Palestina Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ‘Israel’ “bertanggung jawab penuh atas penghalangan pelaksanaan perjanjian tersebut”.
Gerakan tersebut menegaskan bahwa pihaknya “terus terlibat dengan para mediator terkait pencegahan pendudukan terhadap kembalinya para pengungsi dari selatan ke utara, yang merupakan pelanggaran dan penyitaan perjanjian gencatan senjata.”
“Pendudukan terhenti dengan dalih Arbel Yehuda yang ditawan, meskipun faktanya gerakan tersebut telah memberi tahu para mediator bahwa dia masih hidup dan telah memberikan semua jaminan yang diperlukan untuk pembebasannya,” tambah pernyataan itu.
Pada 19 Januari, perjanjian gencatan senjata di Gaza dimulai, termasuk pertukaran tahanan antara Hamas dan ‘Israel’, yang ditengahi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.
Perjanjian ini terdiri dari tiga tahap, yang masing-masing berlangsung selama 42 hari.
Perang di Gaza, yang dimulai pada 7 Oktober 2023, telah menyebabkan jutaan orang mengungsi, meninggalkan kehancuran dan salah satu krisis kemanusiaan terburuk dalam sejarah terkini. (zarahamala/arrahmah.id)