TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Pasukan “Israel” menghancurkan sekolah dasar Palestina pada Senin (9/4/2018) malam di distrik Hebron, Tepi Barat selatan, menyebabkan 42 anak kehilangan tempat untuk belajar, sebagaimana dilaporkan oleh situs berita Ma’an.
Penduduk setempat mengatakan kepada Ma’an bahwa pasukan “Israel” menyerang komunitas kecil Badui di Zanouta dan menghancurkan sekolah yang dibangun dari balok semen dan lembaran timah.
Sekolah tersebut baru diresmikan pada 26 Maret, bersama dengan enam sekolah lain di daerah yang memang dibangun untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak.
Bangunan yang dihancurkan tersebut memiliki enam ruang kelas dan digunakan sebagai tempat belajar bagi 43 anak, termasuk 10 anak usia taman kanak-kanak.
Meskipun bangunan tersebut telah dibongkar, anak-anak masih berangkat ke sekolah pada Selasa (10/4) di tengah hujan yang dingin. Para guru akhirnya memulai kelas di lantai bangunan yang tersisa.
Kementerian Pendidikan Palestina merilis sebuah pernyataan pada Selasa (10/4), mereka mengutuk aksi penghancuran sekolah yang dilakukan oleh pasukan Zionis “Israel”, mereka menggambarkan kejadian tersebut sebagai “kejahatan baru terhadap lembaga pendidikan” dan “serangan terhadap hak-hak siswa dan akses anak-anak ke lingkungan pendidikan yang aman dan stabil.”
“Apakah sekolah ini, yang dibangun di daerah terpencil, mengancam ‘Israel’?” tanya salah seorang anggota Kementerian. Mereka menegaskan kembali bahwa penjajah “Israel” “adalah penghasut utama dan fundamental bagi rakyat Palestina dan lembaga-lembaganya, terutama lembaga pendidikan.”
Menurut pernyataan pada Februari lalu dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), 37 sekolah telah menunggu perintah pembongkaran di Area C Tepi Barat, yang berada di bawah kendali penuh warga sipil dan keamanan otoritas “Israel”.
Sementara itu, pada bulan Maret, kementerian merilis laporan tahun 2017 yang mendokumentasikan pelanggaran “Israel” terhadap pendidikan Palestina, dalam laporan tersebut mengatakan bahwa 80.279 anak-anak Palestina dan 4.929 guru dan staf “diserang” oleh pemukim atau tentara “Israel”.
Area C dan wilayah Yerusalem Timur, telah menjadi lokasi ekspansi pemukiman “Israel” yang bertentangan dengan hukum internasional, sementara dinding pemisah “Israel” telah dibangun guna membagi daerah warga Palestina dan telah membatasi warga Palestina untuk mengunjungi kampung halaman mereka sebelumnya di Tepi Barat dan Gaza.
Salah satu kelompok HAM “Israel” B’Tselem melaporkan bahwa pada tahun 2016 Palestina mengalami jumlah pembongkaran bangunan tertinggi, sejak kelompok itu mulai mendokumentasikan insiden tersebut. Pada saat yang sama, pengawas permukiman “Israel”, Peace, melaporkan bahwa pembangunan pemukiman ilegal “Israel” di Tepi Barat meningkat 34 persen pada tahun 2016, di mana “Israel” memulai dengan membangun 1.814 unit perumahan baru.
Menurut pihak Palestina dan kelompok-kelompok hak asasi manusia, secara keseluruhan, baik dalam kebijakannya di Area C dan pembangunan pemukiman baru, “Israel” memiliki tujuan untuk mengurangi populasi penduduk Palestina dan menggantikan mereka dengan komunitas Yahudi “Israel” untuk memanipulasi demografi populasi di seluruh wilayah Palestina. (Rafa/arrahmah.com)