ADDIS ABABA (Arrahmah.id) – Pasukan Ethiopia dan Eritrea melancarkan serangan gabungan besar-besaran terhadap Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) di wilayah utara Tigray pada Kamis (1/9/2022), ujar pernyataan dari pihak pemberontak.
“Musuh yang telah memindahkan pasukan militer besar-besaran ke Eritrea, kini telah memulai kampanye bersama dengan pasukan asing yang menyerang Eritrea secara brutal dan memusnahkan rakyat Tigray,” kata komando militer pemberontak dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir AFP.
Klaim tidak dapat diverifikasi secara independen. Akses ke Ethiopia utara sangat dibatasi dan Tigray telah mengalami pemadaman komunikasi selama lebih dari setahun.
Juru bicara TPLF Kindeya Gebrehiwot mengatakan kepada AFP bahwa serangan itu datang “dari Eritrea”.
Juru bicara TPLF lainnya, Getachew Reda, mengatakan di Twitter bahwa pemberontak “mempertahankan posisi mereka” dan melaporkan “penembakan berat” dari beberapa lokasi.
Addis Ababa belum menanggapi permintaan komentar tentang serangan yang dilaporkan.
Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak berlanjut pekan lalu setelah jeda lima bulan.
Bentrokan di darat dan serangan udara di Tigray telah menghancurkan harapan untuk menyelesaikan perang yang hampir dua tahun itu secara damai.
Pertempuran telah terkonsentrasi di sekitar perbatasan tenggara Tigray, para pemberontak merangsek ke wilayah tetangga Amhara dan Afar, membuat penduduk melarikan diri.
Pemerintah pada Rabu menuduh TPLF meluncurkan “invasi” yang lebih luas ke beberapa bagian Tigray barat, dan daerah lain di barat dari bentrokan awal.
Pemberontak pada gilirannya menuduh bahwa pemerintah dan tetangganya Eritrea – yang mendukung pasukan federal selama fase awal perang – bertanggung jawab untuk membuka front baru.
“Warga sipil yang tidak bersalah terbunuh, banyak yang mengungsi dan pemukiman dihancurkan,” kata Layanan Komunikasi Pemerintah dalam sebuah pernyataan.
Alarm internasional
Pertempuran telah menyebar sejak pertempuran meletus lebih dari seminggu yang lalu, sementara ibu kota wilayah Tigray yang dilanda perang telah dua kali terkena serangan udara.
Serangan udara pertama di ibu kota Tigray, Mekele, menewaskan sedikitnya empat orang, termasuk anak-anak, dalam serangan yang menurut UNICEF “menghantam taman kanak-kanak”.
Yang kedua, sekitar tengah malam Selasa, menyebabkan cedera dan kerusakan properti, kata TPLF.
Kedua belah pihak saling menuduh menembak lebih dulu dan menghancurkan gencatan senjata Maret yang telah menghentikan pertumpahan darah terburuk di Ethiopia utara.
Pertempuran baru telah mengkhawatirkan masyarakat internasional, Sekjen PBB Antonio Guterres dan diplomat senior dari Uni Eropa, Inggris dan Uni Afrika (AU) meminta untuk menahan diri.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Kamis meminta pemerintah Ethiopia dan TPLF untuk segera menghentikan operasi militer dan menggandakan upaya untuk mengakhiri konflik secara permanen.
“Kami sangat prihatin dengan dimulainya kembali pertempuran dan nyawa yang terancam,” ujarnya di Twitter.
Legesse Tulu, juru bicara pemerintah Ethiopia, menanggapi di Twitter, mengatakan: “Pemerintah AS perlu menghentikan retorika ‘kedua belah pihak’ dan mencela jalur destruktif TPLF yang mempengaruhi berbagai komunitas Ethiopia.”
Krisis kemanusiaan
Perdana Menteri Abiy Ahmed, peraih Nobel Perdamaian, mengirim pasukan ke Tigray untuk menggulingkan TPLF pada November 2020 sebagai tanggapan atas apa yang dia katakan sebagai serangan pemberontak di kamp-kamp tentara federal.
Selama berbulan-bulan, pemerintahnya membantah keterlibatan pasukan Eritrea dalam konflik, meskipun Abiy kemudian mengakui kehadiran mereka di Ethiopia.
TPLF merebut kembali sebagian besar Tigray dalam kejutan comeback pada Juni 2021 dan meluas ke Afar dan Amhara, sebelum pertempuran mencapai jalan buntu.
Sejumlah warga sipil yang tidak diketahui telah tewas dan jutaan menderita krisis kemanusiaan di Ethiopia utara, konflik menghambat upaya untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Pemerintah mengatakan Kamis bahwa TPLF mengalihkan pasokan bantuan kepada para pejuangnya.
Kepala bantuan AS Samantha Power mengatakan pekerja kemanusiaan di Tigray, Afar dan Amhara menghadapi gangguan yang tidak dapat diterima, termasuk penahanan, penjarahan bahan bakar, dan penyitaan kendaraan.
“USAID mengulangi seruan kami kepada semua pihak untuk menghormati operasi kemanusiaan sehingga bantuan dapat menjangkau mereka yang membutuhkan,” tulis Power di Twitter, Rabu 1/9/2022. (ZarahAmala/arrahmah.id)