URUMQI (Arrahmah.id) — Pemerintah Cina di Xinjiang melonggarkan beberapa pembatasan Covid-19 di ibu kotanya, Urumqi pada Senin (18/11/2022).
Kebijakan ini keluar setelah protes pecah di Urumqi dengan para demonstran menyalahkan kebijakan pembatasan Covid-19 memicu kebakaran mematikan.
Para pejabat Xinjiang mengumumkan, penduduk di kota Urumqi dapat berkeliling dengan bus untuk menjalankan tugas di distrik asal mereka mulai Selasa (29/11).
Operasional bisnis penting tertentu di area “berisiko rendah” juga diperbolehkan untuk dijalankan lagi dengan syarat kapasitas hanya 50 persen.
Layanan angkutan umum dan penerbangan juga akan dilanjutkan kembali “dengan tertib”.
Tak hanya itu, pejabat mengatakan Urumqi juga akan melanjutkan layanan pengiriman paket.
Sebelumnya, 10 orang dilaporkan tewas ketika kobaran api melanda sebuah bangunan tempat tinggal di Urumqi pada Kamis (24/11) malam. Insiden ini telah mendorong massa turun ke jalan di beberapa kota di Cina akhir pekan ini untuk memprotes kebijakan ketat nol-Covid di negara itu.
Banyak pengguna media sosial menyalahkan lockdown Covid-19 di Urumqi karena menghambat upaya penyelamatan. Namun, para pejabat justru mengatakan mobil pribadi menghalangi petugas pemadam kebakaran.
Dilansir dari Kantor berita AFP (28/11), Juru bicara kementerian luar negeri Cina Zhao Lijian mengecam “pasukan dengan motif tersembunyi” karena menghubungkan kebakaran dengan Covid-19.
Dorongan nol-Covid Cina yang tak henti-hentinya telah memicu protes dan memukul produktivitas di ekonomi terbesar kedua di dunia, karena publik semakin lelah dengan penguncian cepat, karantina yang panjang, dan kampanye pengujian massal.
Serangkaian aturan baru yang diumumkan oleh Cina pada awal bulan ini tampaknya menandakan pergeseran dari strategi itu.
Cina sebenarnya telah melonggarkan persyaratan karantina untuk memasuki negara itu dan menyederhanakan sistem untuk menetapkan area berisiko tinggi. Tetapi, para pejabat baru-baru ini harus mengambil keputusan menutup sebagian besar ibu kota Cina karena jumlah kasus nasional melonjak melewati angka 30.000 dalam beberapa hari terakhir ke rekor tertinggi.
Kemarahan publik memuncak pada akhir pekan ketika ratusan orang berkumpul di kampus universitas dan kota-kota di seluruh negeri menuntut diakhirinya kebijakan nol-Covid.
Di Beijing, pemerintah kota mengatakan pada Minggu sore bahwa mereka tidak akan mengizinkan penutupan wilayah pemukiman selama lebih dari 24 jam. (hanoum/arrahmah.id)