JAKARTA (Arrahmah.com) – Pasca penagkapan sejumlah orang yang dituduh teroris oleh Densus 88 di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menandangani nota kerjasama dengan Australia. Penandatanganan ini dilakukan oleh pejabat Kementerian Luar Negeri Australia Peter Varghese dan Kepala BNPT Saut Usman, di Sydney, Senin (21/12/2015).
Mengutip bbcindonesia, Juru bicara BNPT Irfan Idris menjelaskan bahwa cakupan kerja sama di antaranya adalah meminimalkan formasi atau terbentuknya kelompok teroris dan menangkal narasi serta penyebaran ideologi kelompok anarkis di Suriah dan Irak.
Irfan mengatakan ancaman terorisme masih relevan di Indonesia meski sejak beberapa tahun terakhir tidak terjadi serangan teror dalam skala besar seperti yang terjadi di Bali dan di Jakarta pada periode 2002 hingga 2009.
“Selain sifatnya yang lintas negara, tidak ada serangan (besar) bukan berarti sudah tidak ada lagi kelompok teroris (di Indonesia),” kata Irfan.
Mungkin saja kevakuman ini disebabkan kelompok-kelompok radikal memusatkan perhatian mereka di Irak dan Suriah.
“Kalau mereka ini pulang dari Irak atau Suriah dan menjadikan Indonesia sebagai medan jihad, tidak tertutup kemungkinan mereka melakukan aksi,” katanya.
Bubarkan BNPT
Sebelumnya pengamat terorisme dari Kajian Stratejik Intelejen (KSI) Universitas Indonesia Ridlwan Habib, mengatakan upaya yang dilakukan oleh BNPT selama ini adalah penindakan yang menggunakan penindakan dengan labelling, penindakan secara brutal dan semena-mena. Parahnya, hal itu ditujukan terhadap orang-orang yang baru dicurigai atau bahkan tidak terlibat dalam tindakan terorisme.
Cara-cara semacam itu justru kontraproduktif dan menimbulkan dendam, termasuk dengan melakukan kebrutalan kepada keluarga tersangka. Akibatnya, lanjut Ridlwan, BNPT justru menambah musuh.
“Kalau saran saya, BNPT itu bubarkan saja lah,” tegasnya, lansir Kiblat.net (2/12/2015).
Dia menambahkan bahwa setelah BNPT dibubarkan, penindakan diserahkan kepada kepolisian. Sedangkan, upaya-upaya deradikalisasi dapat dilaksanakan oleh Kementerian Agama dengan membentuk satu unit khusus yang menanganinya.
Ridlwan menyebut, selain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), BNPT juga mendapat dana dari donor luar negeri. Sementara pengelolaan dana-dana tersebut dinilainya tak profesional.
“Memang biaya mereka ini dari funding-funding (pendonor) asing besar. Harus ditelusuri berapa dana BNPT dari internasional, bagaimana pertanggungjawabannya,” tukasnya.
Senada dengan itu, Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani. berpendapat selama BNPT masih ada, berarti terorisme tidak pernah selesai.
“Kalau ingin selesai terorisme, berarti BNPT dihapus,” ungkap Siane, dikutip dari Kiblat.net (2/12).
Selama ini, BNPT merupakan lembaga yang khusus menangani terorisme. Agar tak ditutup, lanjut Siane, maka akan dilakukan rekayasa-rekayasa terkait terorisme. (azm/arrahmah.com)