COLOMBO (Arrahmah.com) – Setelah terjadi serangkaian ledakan bom dahsyat yang mengguncang hotel-hotel dan gereja-gereja, yang tengah mengadakan kebaktian Paskah, di Sri Lanka pada Ahad (21/4/2019), kekhawatiran akan timbulnya konflik antar etnis dan agama akibat serangan tersebut mulai menyebar di masyarakat, khususnya bagi minoritas Muslim di negara tersebut.
Dua kelompok Muslim di Sri Lanka mengutuk serangan biadab tersebut. Dewan Muslim Sri Lanka mengatakan mereka berduka atas meninggalnya orang-orang tak bersalah dalam serangkaian ledakan oleh pelaku yang berusaha memecah-belah kelompok agama dan etnis yang ada di negara tersebut.
Sebagaimana dilansir Daily Sabah, All Ceylon Jammiyyathul Ulama, sebuah badan ulama Muslim, mengatakan bahwa serangan yang menargetkan tempat-tempat ibadah milik umat Kristen tersebut tidak dapat diterima.
Terdapat sekitar 9 persen penduduk Muslim dari total 21 juta penduduk Sri Lanka dan sebagian besar tinggal di bagian timur dan tengah pulau itu. Beberapa kelompok Buddha Sinhala mulai mengancam Muslim dan bisnis mereka melalui media sosial, sementara serangan terhadap masjid dan berbagai properti milik Muslim dilaporkan terus berlanjut.
Komunitas Muslim di seluruh dunia telah mengalami banyak serangan kebencian selama beberapa tahun terakhir karena meningkatnya sikap anti-Muslim yang ada di media dan didukung oleh para politisi. Serangan teror di masjid Christchurch menjadi contoh terbaru dari pertumbuhan terorisme sayap kanan, sebuah ancaman global yang terkenal.
Ekstremis politik, termasuk nasionalis ekstrem dan politik supremasi kulit putih yang tampaknya menjadi latar dari serangan teror di Selandia Baru tersebut, telah sejak lama menjadi bagian dari dunia politik. Bangkitnya ekstremisme global baik di Eropa maupun di Amerika, telah memberi angina segar bagi para pelaku tindak terorisme untuk melancarkan aksinya. (Rafa/arrahmah.com)