IDLIB (Arrahmah.id) — Tenaga medis di sebuah rumah sakit di Suriah bekerja penuh selama lima hari pasca gempa bumi magnitudo 7,8 melanda negara tersebut dan Turki.
Para dokter bekerja 24 jam penuh di tengah kondisi cuaca buruk dan sejumlah infrastruktur yang rusak hingga menghambat upaya perawatan para korban luka.
Tanpa merasakan tidur yang nyenyak tenaga medis di Suriah benar-benar kewalahan menangani para korban yang semakin membeludak di salah satu rumah sakit di kota Darkush, Provinsi Idlib.
“Kami telah menghabiskan lima hari terakhir bekerja berjam-jam tanpa tidur atau istirahat untuk menyelamatkan yang terluka,” kata Dr Ahmed Ghandour, direktur Rumah Sakit Al-Rahma, dilansir Middle East Eye (13/2/2023).
Rumah Sakit Al Rahma adalah salah satu rumah sakit tersibuk merawat korban luka gempa bumi yang terjadi minggu lalu.
Dia mengatakan rumah sakitnya dibanjiri dengan begitu banyak korban tewas dan luka sehingga beberapa staf medis yang bekerja di sini terpaksa membuat keputusan triase yang mustahil karena kekurangan sumber daya.
Sementara sebagian besar staf medis menghadapi korban luka dengan kondisi patah tangan atau kaki dan infeksi pada luka terbuka.
Selain itu dia juga memprediksi dalam beberapa hari mendatang tampaknya mereka harus menghadapi penyakit yang terbawa air seperti kolera, peningkatan kasus Covid-19 dan kasus hipotermia atau radang dingin.
Sejak perang pecah pada 2011, rumah sakit di barat laut Suriah sudah tidak dapat melakukan prosedur perawatan orang sakit paling dasar.
Serangan berulang kali oleh pemerintah Suriah dan sekutunya, termasuk Rusia, ke lokasi basis oposisi yang didukung Turki telah melumpuhkan akses jalan pengiriman peralatan dan obat-obatan ke rumah sakit.
Barat laut Suriah adalah rumah bagi sekitar 4,4 juta orang, termasuk lebih dari dua juta orang yang telah kehilangan rumah mereka.
Perang ditambah bencana gempa minggu lalu membuat hampir 70 persen penduduk Suriah sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan. (hanoum/arrahmah.id)