KHARTOUM (Arrahmah.com) – Sudan dan Ethiopia memulai pembicaraan Selasa (22/12/2020) di Khartoum pasca insiden di perbatasan yang membahayakan hubungan persahabatan antara kedua negara.
“Kekerasan baru-baru ini membahayakan kesepakatan yang telah kami capai,” kata wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Ethiopia, Demeke Mekonnen, dalam pidato pembukaan di kedutaan besar Ethiopia di Khartoum, sebagaimana dilansir Al Arabiya.
Pembicaraan dua hari di Khartoum terjadi sepekan setelah pasukan Ethiopia dilaporkan menyergap pasukan Sudan di sepanjang perbatasan.
Serangan tersebut menyebabkan empat orang tewas dan lebih dari 20 luka-luka.
Sejak itu, Sudan mengerahkan pasukan ke wilayah perbatasan di Al Fashaqa, tempat bentrokan terjadi.
Wilayah Al Fashaqa seluas 250 kilometer persegi (100 mil persegi) diperebutkan sejak dulu. Banyak petani Ethiopia mengolah tanah di wilayah ini karena subur, namun Sudan mengklaim itu adalah wilayahnya.
Demeke mengatakan bahwa sejak bulan lalu, Ethiopia telah mengamati serangan terorganisir pasukan militer Sudan dan konvoi lapis baja di sepanjang perbatasan.
Dia mengatakan pasukan Sudan telah menjarah produk pertanian petani Ethiopia, merusak pemukiman, dan menghambat panen mereka.
Demeke menyerukan untuk mengaktifkan kembali mekanisme perundingan dan menemukan solusi yang bersahabat, sambil memperingatkan agar tidak terjadi eskalasi yang tidak perlu.
Addis Ababa sebelumnya meremehkan penyergapan yang dilaporkan pekan lalu, dengan mengatakan itu tidak mengancam hubungan antara kedua negara.
Sudan dan Ethiopia berbagi perbatasan sepanjang 1.600 kilometer (hampir 1.000 mil).
Pertemuan mengenai demarkasi perbatasan sebelumnya pernah diadakan antara 2002 dan 2006.
Pembicaraan perbatasan Sudan-Ethiopia terakhir diadakan pada Mei di Addis Ababa tetapi pertemuan lain yang dijadwalkan untuk bulan berikutnya dibatalkan. (hanoum/arrahmah.com)