Oleh Uqie Nai
Member Menulis Kreatif
Pasangan kekasih berinisial RR (28) dan DKZ (23) akhirnya ditangkap aparat kepolisian untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Keduanya dijerat Pasal 77A Jo 45A UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan terancam hukuman 10 tahun penjara, serta pasal-pasal terkait aborsi dalam UU Kesehatan dan KUHP, dengan ancaman tambahan hukuman hingga 5 tahun penjara.
Menurut Kapolsek Kalideres, Kompol Abdul Jana, kedua pelaku nekat melakukan aborsi karena bayi yang dikandung DKZ tidak diinginkan. Ditambah lagi fakta bahwa RR sudah beristri. Keduanya mencari obat penggugur kandungan melalui toko online dan baru didapat beberapa bulan kemudian saat kehamilan DKZ berusia 8 bulan. Setelah meminum 18 butir pil yang dibelinya di onlineshop, DKZ pun mengalami kontraksi hebat hingga janin bayi itupun keluar dalam kondisi meninggal. Pasangannya, RR bertindak menyiapkan peralatan seperti gunting dan kain kafan. Lalu RR memotong tali pusar, membungkus jenazah bayi dengan kain kafan sebelum akhirnya dikuburkan di TPU Carang Pulang, Pegedangan, Kabupaten Tangerang, Banten.
Selain mengamankan kedua pelaku di kontrakannya di wilayah Kalideres, Jakarta Barat (15/8/2024) Kompol Abdul Jana berencana memburu pemasok obat aborsi tersebut. (Tribunnews.com, 30/8/2024)
Kasus serupa juga dilakukan dua mahasiswa Malang di tahun 2023. Kepolisian Resor (Polres) Malang menangkap pelaku yang berinisial MKP (22) dan kekasihnya LAM (22). Saat itu LAM tengah hamil lima bulan dan diberi obat penggugur kandungan oleh MKP. Pasangan sejoli ini pun harus rela digelandang aparat untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka sesuai pasal dan undang-undang yang berlaku. (Antaranews.com, 9/9/2023)
Tindak Asusila Berujung Aborsi, Kapitalisme Biang Keladi
Saat ini, pergaulan bebas dan hubungan di luar nikah menjadi fakta miris yang terus dipertontonkan di hadapan publik. Bukan saja tak punya malu memperlihatkan hubungan terlarangnya tapi juga tak punya nurani. Mereka mampu berbuat keji pada janin tidak berdosa dengan cara membunuhnya sebelum lahir ke dunia.
Maraknya tindak asusila hingga berujung aborsi bukan saja dilakukan pasangan RR dan DKZ, karena dapat dipastikan pelaku serupa lebih banyak dibanding yang terekspos media. Apalagi jika PP No 28 Tahun 2024 terkait pelegalan aborsi di Pasal 116 dan perizinan alat kontrasepsi di kalangan remaja pada Pasal 103 ayat 4 butir E benar-benar terealisasi. Tentu tak bisa dibayangkan, berapa banyak generasi yang rusak secara moral dan mental akibat peraturan tersebut. Tanpa pelegalan saja kasusnya terus meningkat, apalagi jika sebaliknya. Menurut data dari BKKBN tahun 2024, ada sekitar 60% remaja usia 16-17 tahun pernah melakukan hubungan seksual, begitu pula kelompok usia 19-20 tahun ada 20% yang pernah melakukan hubungan seksual. Bahkan pada remaja usia 14-15 tahun juga ada 20% yang pernah melakukan hubungan seks. (Https://Fraksi.pks.id/2024)
Meski aparat kepolisian sigap menindak dan menghukum pelaku asusila dan tindak aborsi, efeknya tidak akan berarti banyak dan tidak akan mampu menghentikan kasus aborsi secara totalitas. Bahkan bisa disebut upaya kepolisian ini adalah upaya sia-sia karena bertolak belakang dengan kemauan pemerintah yang secara nyata membiarkan generasi rusak.
Dikatakan membiarkan, karena selama ini negara terkesan menyerahkan permasalahan sosial seperti pergaulan bebas, zina, aborsi, pembunuhan, begal, tawuran, bullying, perampokan dan lainnya kepada aparat kepolisian yang sudah jelas hanya bersifat temporal. Itupun tidak semua ditangani tuntas hingga jalur pengadilan dan sanksi pidana. Mungkin diselesaikan dengan jalan kekeluargaan atau cukup membayar denda. Belum lagi kapasitas penjara yang tidak sebanding dengan para pelaku kejahatan.
Hal yang paling mampu menyelesaikan persoalan di atas adalah dengan pemberlakuan sistem yang adil yang mencakup penguasa yang amanah, berperan sebagai pengurus dan pelindung, membentuk lembaga peradilan yang pro keadilan, hakim yang jujur, serta pemberlakuan sanksi tegas yang memungkinkan pelaku kriminal jera dan tidak dicontoh oleh yang lain.
Pemberlakuan sistem yang adil tersebut tentu bukan sistem demokrasi yang saat ini diadopsi negara. Sistem yang slogannya pro pada rakyat tapi kenyataannya pro pada siapa yang punya uang (kapital). Karena jelas demokrasi lahir dari ideologi kapitalisme yang menempatkan manfaat (materi) di atas segalanya. Bahkan hubungan pemerintah dengan rakyat pun tak ubahnya hubungan transaksional. Jika menguntungkan akan dibela dan dilindungi, jika merugikan akan dibiarkan. Tak heran, kehidupan masyarakat akhirnya jauh dari norma agama yang menjadikan halal haram sebagai tolok ukur perbuatan. Sehingga jelas bahwa kapitalisme tak bisa diadopsi ataupun dipertahankan karena membuat negara tak memfungsikan perannya menjadi pengurus dan penjaga atas perilaku asusila dan kriminal di negeri ini.
Kembali pada Islam, Persoalan Umat Tersolusikan
Islam sebagai agama sempurna yang bersifat kamil dan syamil memiliki aturan yang mampu menjaga manusia terhindar dari praktik kemaksiatan. Pertama: Larangan Berkhalwat. Yaitu tidak diperbolehkan laki-laki dan perempuan berduaan. Karena Rasulullah saw. telah melarang dalam sabdanya: “Janganlah sekali-kali kamu berkhalwat (berduaan) dengan perempuan kecuali disertai mahramnya. ” (HR Bukhari dan Muslim)
Kedua: Menjaga Pandangan. Laki-laki maupun perempuan, hendaknya menjaga pandangan satu sama lain terhadap bagian tubuh yang mampu mengundang syahwat, sebagaimana perintah Allah dalam surah An Nur ayat 30.
Ketiga: Menjaga Diri ketika Mengobrol. Islam memperbolehkan berbicara dengan lawan jenis jika ada keperluan. Tidak berlama-lama, tidak saling tatap, saling sentuh, didampingi mahram, dilakukan di tempat terbuka (umum), atau di tempat pelayanan publik.
Keempat: Berbusana Syar’i dan Menutup Aurat. Artinya perempuan yang sudah baligh harus berpakaian yang tidak mengundang syahwat bagi lawan jenis seperti menonjolkan lekuk tubuh (ketat), transparan atau menyerupai pakaian laki-laki.
Kelima: Pengawasan terhadap Media. Pengaturan media harus dilakukan oleh negara dalam rangka menjaga interaksi haram yang dilakukan lawan jenis; memblokir situs porno, menghapus aplikasi dan konten unfaedah dan lainnya yang bisa mengantarkan pada kemaksiatan semisal love scamming atau sleep call.
Keenam: Pemberlakuan Sanksi. Sanksi atas pelaku perzinaan adalah rajam bagi pelaku yang sudah menikah dan cambuk 100 kali bagi yang belum menikah serta diasingkan selama satu tahun. Sedangkan jika melakukan aborsi (bukan karena alasan syar’i) pelakunya akan dikenai sanksi sebagaimana pelaku pembunuhan disengaja yakni dibunuh (qisas). Sanksi ini diterapkan karena Islam memerintahkan pada pemimpin negara untuk menjalankan maksud-maksud syariat yaitu: menjaga agama, menjaga akal, menjaga harta, menjaga jiwa, serta menjaga nasab.
Allah Swt. telah berfirman: “Janganlah kalian membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Siapa yang dibunuh secara teraniaya, sungguh Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya…” (Qs. Al Isra: 33)
Wallahu a’lam bissawab