OTTAWA (Arrahmah.com) – Anggota parlemen Kanada menyetujui keputusan rapat pada Senin malam (22/2/2021) yang mengakui perlakuan Cina terhadap Uighur sebagai genosida. House of Commons Kanada menyatakan bahwa Cina melakukan genosida terhadap lebih dari satu juta orang Uighur di wilayah Xinjiang barat. Namun, Kabinet Perdana Menteri Justin Trudeau abstain dalam pemungutan suara.
“Sebuah genosida saat ini sedang dilakukan terhadap Uighur dan Muslim Turki lainnya,” kata mosi yang disahkan oleh Parlemen Kanada dalam pemungutan suara 266-0.
Seorang pejabat yang berbicara kepada The Associated Press (AP) mengatakan, menteri luar negeri Kanada akan memperjelas posisi pemerintah. Kerja sama dengan sekutu dan mitra internasional saat ini diperlukan. Pemimpin Partai Konservatif, Erin O’Toole, mengatakan, sinyal harus dikirim ke rezim Cina.
Setelah O’Toole mendesak pemerintah pada pekan lalu untuk menekan Komite Olimpiade Internasional agar memindahkan Olimpiade Musim Dingin 2022 dari Beijing, Trudeau ragu-ragu menggunakan kata ‘genosida’ pada Cina.
Langkah tersebut adalah upaya terbaru untuk meminta pertanggungjawaban Cina atas perlakuannya terhadap Uighur dan minoritas Muslim serta etnis Turki lainnya yang telah menjadi sasaran tindakan keras. Para peneliti dan kelompok hak asasi memperkirakan, sejak 2016, Cina telah mengumpulkan satu juta atau lebih orang Uighur dan minoritas lainnya ke dalam penjara dan kamp indoktrinasi besar yang Cina sebut pusat pelatihan.
Laporan penganiayaan pertama muncul pada 2017 dan sejak itu sekitar satu juta orang Uighur telah ditempatkan di lebih dari 400 kamp konsentrasi. PBB dan berbagai media telah melaporkan kekejaman tersebut.
Mereka mengatakan, minoritas Uighur yang tinggal di kamp-kamp interniran menjadi sasaran pelecehan seksual, sterilisasi paksa, pemukulan, dan pelecehan lainnya. Sekitar 10 juta orang Uighur mendiami Provinsi Xinjiang.
Dikutip Daily Sabah (23/2), pada konferensi pers yang diadakan oleh Partai Konservatif Senin pagi sebelum pemungutan suara, seorang wanita Uyghur menyebut dia menyaksikan pelecehan intimidasi, pemerkosaan, dan pelanggaran lainnya pada 2017.
“Tidak ada seorang pun yang harus mengalami kekejaman seperti itu,” kata Kalbinur Tursun melalui seorang penerjemah.
Menanggapi tuduhan itu, Cina menyangkal orang Uighur dianiaya. Televisi pemerintah menayangkan orang-orang Uighur di ruang kelas yang bersih, tersenyum, dan menikmati pelajaran yang disebut pusat pendidikan ulang.
Program indoktrinasi tersebut bertujuan membuat orang Uighur memuja Presiden Cina, Xi Jinping, dan mempelajari propaganda komunis. Selain itu, tenaga mereka dimanfaatkan untuk memproduksi barang-barang yang akan dijual di Cina dan internasional.
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menyatakan, saat sebelum dia meninggalkan jabatannya, kebijakan Cina terhadap Muslim Xinjiang dan etnis minoritas merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. Sementara, penggantinya, Antony Blinken, mengulangi pernyataan itu pada hari pertamanya menjabat.
AP melaporkan, tahun lalu pemerintah Cina secara sistematis memaksakan sterilisasi dan aborsi terhadap Uighur dan wanita Muslim lainnya dan mengirim banyak orang ke kamp karena memiliki terlalu banyak anak. Cina menyangkal adanya pelanggaran dan menyatakan langkah yang diambil diperlukan untuk memerangi terorisme dan gerakan separatis. (Hanoum/Arrahmah.com)