BAGHDAD (Arrahmah.com) – Parlemen Irak pada Minggu (5/1/2020) meminta AS dan pasukan asing lainnya untuk pergi di tengah meningkatnya serangan pasca pembunuhan seorang komandan militer Iran oleh Amerika yang telah meningkatkan kekhawatiran akan konflik Timur Tengah yang lebih luas.
Dalam perang retorika antara Iran dan Amerika Serikat, Menlu AS Mike Pompeo mengatakan Washington akan menargetkan setiap pembuat keputusan Iran yang mereka pilih jika ada serangan lebih lanjut terhadap kepentingan AS oleh pasukan Iran atau proksi mereka.
Qassem Soleimani tewas pada Jumat (3/1) dalam serangan pesawat tak berawak AS ke konvoinya di bandara Baghdad.
Ketika kedua musuh lama, Washington dan Teheran, bertukar ancaman, Uni Eropa, Inggris, dan Oman mendesak mereka untuk melakukan upaya diplomatik demi meredakan krisis.
Parlemen Irak mengeluarkan resolusi yang menyerukan diakhirinya semua pasukan asing, yang mencerminkan kekhawatiran banyak orang di Irak bahwa serangan itu dapat menelan mereka dalam perang lain antara dua kekuatan besar yang lama berselisih di Irak dan di seluruh wilayah.
“Pemerintah Irak harus bekerja untuk mengakhiri keberadaan pasukan asing di tanah Irak dan melarang mereka menggunakan tanah, ruang udara, atau air (milik Irak) dengan alasan apa pun,” katanya.
Pompeo mengatakan kepada CBS “Face the Nation” bahwa Washington mengawasi dengan sangat cermat apa yang terjadi di parlemen Irak. Dia tidak mengatakan apakah Amerika Serikat akan mengeluarkan tentaranya dari Irak jika diminta oleh pemerintah Irak.
“Amerika Serikat yang siap membantu rakyat Irak mendapatkan apa yang pantas mereka terima dan melanjutkan misi kami di sana untuk menghapus terorisme (dari militan Negara Islam) dan lainnya di kawasan itu,” kata Pompeo dalam wawancara. “Itu untuk membela rakyat Irak dan juga baik untuk Amerika.”
Selama ini, sekitar 5.000 tentara AS tetap di Irak, sebagian besar dalam peran sebagai penasihat dan pelatih pasukan Irak.
Iran ikut bersorai dengan seruan parlemen Irak. Dewan Keamanan Nasional Iran, Ali Shamkhani, menyatakan pada saluran televisi nasional kemarin (5/1) bahwa putusan parlemen Irak yang diambil dengan jalan pemungutan suara adalah wujud dari ketidaksukaan rakyat Irak terhadap kehadiran militer AS.
“Ini berarti kehadiran militer AS di Irak dianggap sebagai penjajahan,” ujarnya. (Althaf/arrahmah.com)