WASHINGTON (Arrahmah.com) – Salah satu ciri negara totaliter adalah bahwa mereka merasa perlu untuk menaklukkan warga negaranya sendiri seperti halnya mereka menaklukkan warga asing. Itu sebabnya Edward Snowden saat memberitahu National Press Club melalui sambungan video langsung dari pengasingannya di Rusia mengatakan bahwa ketika ia masih bekerja sebagai seorang kontraktor untuk National Security Agency (NSA) ia terkejut melihat NSA mengumpulkan informasi lebih banyak tentang warga Amerika di Amerika daripada tentang warga Rusia di Rusia, sebagaimana dilansir oleh MWC News, Jum’at (23/5/2014).
“Ketika Anda menerima telepon dan ketika Anda membuat panggilan telepon, ketika Anda melakukan pembelian, ketika Anda membeli sebuah buku — semua data itu dikumpulkan. Dan saya bisa melihatnya di meja saya, melintasi layar komputer saya. Para analis NSA kadang menyalahgunakan alat ini untuk memantau istri mereka, pacar mereka, kekasih mereka,” ungkap Snowden.
Akan tetapi pernyataan mantan Direktur Jenderal Keith Alexander terkesan membela NSA dalam testimoninya di Capitol Hill. Mantan Direktur itu mengatakan bahwa apabila NSA tidak diperbolehkan untuk menyadap telepon maka negara dibiarkan berada dalam situasi yang tidak aman.”
Jurnalis James Bamford mengatakan bahwa ketika ia mengunjungi Greenwald di Rio, ia menunjukkan sebuah memo (rupanya ditemukan oleh Snowden) di mana Jenderal Alexander menyarankan untuk memata-matai teroris atau penjahat, termasuk warga Amerika yang tidak bersalah, dengan mencari kelemahan mereka di Internet, seperti kunjungan mereka ke situs-situs porno, kemudian dengan diam-diam membocorkan informasi ini.
Alexander mengatakan bahwa NSA bisa mendiskreditkan mereka di mata para pengikut mereka dengan membocorkan rahasia mereka.
Tentu saja, banyak orang Amerika yang berpikir, “Saya tidak melakukan kesalahan apa pun, mengapa saya harus peduli jika NSA menyadap telepon saya?” Bagaimanapun, anggapan seperti ini bisa menempatkan informasi pribadi mereka di tangan pejabat yang secara diam-diam bisa menyalahgunakan data pribadi mereka.
Warga Amerika harusnya bertanya,“Apakah saya ingin para staf dari pejabat tinggi memantau percakapan pribadi saya, keluarga dan anak-anak saya?”
John Whitehead dari Rutherford Institute, sebuah organisasi kebebasan warga sipil yang berbasis di Charlottesville, mengatakan,” berkat kemitraan berbahaya antara Google dan National Security Agency (NSA) yang tumbuh lebih invasif dan lebih halus dari hari ke hari, kita masyarakat telah menjadi tidak lebih dari sekedar data yang menjadi komoditas konsumen untuk dibeli, dijual dan dibayar berulang-ulang.”
Whitehead memperingatkan, “dari setiap smartphone yang kita beli, setiap perangkat GPS yang kita install, setiap akun Twitter, Facebook, dan Google yang kita buka, setiap kartu pembelian yang kita gunakan untuk melakukan pembelian – apakah di toko kelontong, toko yoghurt, perusahaan penerbangan atau toko buku, dan setiap kartu kredit dan debit yang kita gunakan untuk membayar transaksi kita, kita telah membantu Corporate America membangun sebuah berkas untuk diberikan kepada mitra mereka terkait tentang yang kita tahu, apa yang kita pikirkan, bagaimana kita membelanjakan uang kita, dan bagaimana kita menghabiskan waktu kita.”
Adapun manfaat dari operasi mata-mata besar yang dijalankan oleh NSA, belum nampak hasilnya. Aktivis David Swanson dari Charlottesville, menegaskan, “panel milik Obama dan setiap panel lain yang telah melihat ke dalamnya menemukan bukti yang kosong bahwa program kejam NSA yang baru telah berhasil mencegah setiap serangan kekerasan.”
“Jangankan berupaya untuk menghentikan atau meminta maaf atas pelanggaran yang dilakukan oleh NSA, Obama malah membela NSA dengan mengatakan bahwa NSA diperlukan untuk menghadapi bahaya 9/11 yang baru,” kata Swanson.
“Ketika kita membutuhkan alternatif lain yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan membuat kita merasa lebih aman, tidak memerlukan kerahasiaan atau pelanggaran hak asasi manusia, Obama malah ingin melanjutkan militerisme yang kontraproduktif dan tidak bermoral. Koleksi data dari semua orang secara massal dan besar-besaran akan terus dilakukan secara tidak konstitusional.” tegas Swanson.
(ameera/arrahmah.com)