PARIS (Arrahmah.com) – Disebabkan pemerintah sosialis Prancis berniat untuk melegalkan pernikahan sesama jenis, ribuan wali kota, wakil wali kota dan para pejabat di seluruh kota kecil di Prancis telah mengeluarkan suara mereka untuk menentang keputusa gila itu, mereka menganggap undang-undang demikian adalah kesalahan yang besar.
Para pejabat lokal tersebut membentuk sebuah kelompok yang disebut “Mayors for Childhood,” para walikota dan para penyelenggara lainnya telah mengumpulkan lebih dari 18.000 tanda tangan dari antara 155.000 walikota dan wakil walikota dalam petisi yang menuntut “klausul hati nurani” dimasukkan dalam undang-undang tersebut.
Petisi ini mendesak pemerintah pusat untu menambahkan klausul yang akan mengizinkan para walikota untuk tidak menyelenggarakan pernikahan sesama jenis.
“Ini adalah orang-orang dari partai-partai sayap-kanan, dari partai-partai sayap-kiri, dan sebagian bukan dari partai manapun,” kata Franck Meyer, walikota Sotteville-sous-le-Val, kepada Washinton Post.
Meningkatnya oposisi dari para pejabat lokal terhadap pernikahan gay menunjukkan meningkatnya kemarahan di masyarakat Prancis.
“Saya telah mendengar tidak ada yang tidak sepakat dengan saya di Blerancourt ini,” kata Patrick Laplace, walikota Blerancourt, kota kecil yang terletak 75 mil dari timur laut Paris.
Namun sikap Laplace atas pernikahan gay ini bukan atas alasan keagamaan atau politik, tetapi atas dasar rasional bahwa pernikahan itu adalah persatuan antara laki-laki dan perempuan.
Kontroversi ini dimulai ketika pemerintah Prancis yang dipimpin Sosialis menyetujui RUU pada awal bulan ini untuk melegalkan pernikahan sesama jenis di Prancis.
RUU yang akan diperdebatkan oleh Majelis Nasional Prancis pada Januari mendatang, juga akan mengizinkan pasangan sesama jenis untuk mengadopsi anak.
Mayoritas masyarakat Prancis, baik dari kalangan warga biasa, pejabat, hingga para tokoh agama menentang pernikahan haram ini.
Para demonstran turun ke jalan-jalan di 75 kota besar dan kecil di seluruh Prancis pada pekan lalu untuk menentang RUU tersebut.
Para pejabat lokal menuduh pemerintah sebagian besar mengabaikan nilai-nilai keagamaan dan politik. (siraaj/arrahmah.com)