TIMBUKTU (Arrahmah.com) – Para penduduk kota Timbuktu, Mali Utara yang sangat mengenal kondisi kota tempat mereka tinggal meragukan kebenaran berita yang ditulis oleh sejumlah koran internasional yang menuding mujahidin Anshar Ad-Din bertanggung jawab atas pembakaran Perpustakaan Umum di kota Timbuktu, laporan TV Al-Jazeera.
Pada Selasa (29/1/2013) lalu koran Inggris Guardian mengutip tudingan tersebut dari mantan walikota Timbuktu yang mengungsi ke ibukota Bamako dan kembali lagi ke Timbuktu bersama pasukan penjajah salibis Perancis dan pasukan rezim sekuler Mali. Mantan walikota itu menuding mujahidin membakar Perpustakaan Historis Sayidi Yahya dan Institut Manuskrip Ahmad Baba empat hari sebelum pasukan Perancis dan Mali memasuki kota Timbuktu.
Ribuan penduduk kota Timbuktu yang meninggalkan kota tersebut menuju perbatasan Mauritania pada malam pasukan Perancis dan Mali memasuki kota Timbuktu membantah kebenaran tudingan mantan walikota tersebut.
Kantawi Walad Muhammad, seorang warga kota Timbuktu yang meninggalkan kota dan mengungsi hanya beberapa jam sebelum masuknya pasukan Perancis dan Mali ke Timbukti menyebut tudingan itu sebagai sebuah kebohongan belaka dan tidak memiliki dasar sama sekali. Kepada wartawan Al-Jazeera, Kantawi menceritakan bahwa seluruh mujahidin telah meninggalkan kota Timbuktu beberapa hari sebelumnya. Ia sendiri baru meninggalkan kota Timbuktu beberapa jam sebelum masuknya pasukan Perancis dan Mali. Bersama seluruh penduduk kota lainnya, ia melihat sendiri keadaan Perpustakaan Historis Sayidi Yahya dan Institut Manuskrip Ahmad Baba masih utuh.
Juru bicara Hubungan Luar Negeri Gerakan Azawad Arab, Muhammad Maulud Ramadhan dalam wawancara dengan stasiun TV Al-Jazeera menjelaskan bahwa tuduhan pembakaran perpustakaan dan institute manuskrip yang dialamatkan kepada mujahidin adalah sebuah kampanye kotor dan manipulasi untuk melegalkan perampokan dan pemusnahan terhadap warisan Islam dan Arab di Mali Utara.
Lebih lanjut Ramadhan membeberkan fakta bahwa selama beberapa bulan yang telah lewat pemerintah sekuler Mali telah memindahkan seluruh isi perpustakaan Timbuktu yang membahas tentang sejarah suku Zanj ke ibukota Mali. Pemerintah Mali juga membakar seluruh karya, manuskrip dan warisan sejarah lainnya yang menceritakan sejarah Arab dan Islam di Mali Utara. Tujuannya adalah menghilangkan jejak sejarah Arab dan Islam dari Mali Utara.
Tindakan biadab pasukan penjajah salibis Perancis dan pasukan rezim sekuler Mali ini mengingatkan umat Islam akan kebiadaban tentara Mongol yang memusnahkan seluruh perpustakaan Islam di ibukota Baghdad pada tahun 656 H. Pada saat itu jutaan buku dan manuskrip dibuang oleh pasukan Mongol ke sungai Tigris sehingga warna air berubah menjadi warna tinta. Inilah wajah sesungguhnya dari peradaban penjajah salibis Perancis yang memusnahkan warisan kebudayaan umat Islam di Mali Utara. (muhib almajdi/arrahmah.com)