(Arrahmah.com) – Yayasan As-Sahab, bidang media tanzhim Al-Qaeda Pusat pada hari Selasa, 17 Ramadhan 1435 H bertepatan dengan 15 Juli 2014 M merilis video keenam dari serial video “Hari-hari Bersama Sang Imam”. Dalam video berdurasi 31 menit 28 detik tersebut, Syaikh Aiman Az-Zhawahiri kembali mengisahkan pengalaman tokoh-tokoh terdekat dan pendukung-pendukung utama perjuangan jihad Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah.
Dalam video keenam tersebut, Syaikh Aiman Az-Zhawahiri mengisahkan kesabaran, pengorbanan dan keteguhan Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi dan beberapa tokoh utama lainnya dalam jihad Syaikh Usamah bin Ladin, khususnya pasca invasi aliansi salibis AS – NATO ke Afghanistan pada akhir 2001. Berikut ini adalah terjemahan bagian kedua sekaligus terakhir dari video keenam serial “Hari-hari Bersama Sang Imam” tersebut.
Yayasan Media As-Sahab
mempersembahkan
Serial keenam video “Hari-hari Bersama Sang Imam”
oleh
Syaikh Aiman Az-Zhawahiri
Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi
Dalam suatu kesempatan, atau dalam salah satu serial video ini, saya telah menceritakan kesetiaan Syaikh Usamah bin Ladin terhadap janji. Pada suatu kesempatan sekitar 100 orang munafik terjebak dalam perangkap operasi penyergapan ikhwan-ikhwan di salah satu lembah. Orang-orang munafik meminta gencatan senjata. Ikhwan-ikhwan hampir saja membunuh mereka, namun Syaikh Usamah bin Ladin melarang ikhwan-ikhwan untuk membunuh mereka, karena beliau telah memberikan kesepakatan gencatan senjata kepada mereka. Ini merupakan salah satu kelihaian taktik militer Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi, dimana beliau berhasil menjebak sedemikan banyak pasukan munafik dalam operasi penyergapan ikhwan-ikhwan.
Diantara kisah lucu yang terjadi dalam pertempuran Torabora adalah satu-satunya meriam Hawan yang dimiliki oleh ikhwan-ikhwan dijuluki Baghal (peranakan antara kuda dan keledai). Suatu kali salah seorang ikhwan memanggil Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi, “Wahai Ibnu Syaikh, Baghal kita telah kehabisan rumput.” (Syaikh Aiman Az-Zhawahiri tertawa saat menceritakan kisah ini).
Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi berkata, “Diamlah, jangan engkau bicara begitu!”
Maksudnya, amunisi meriam Hawan telah habis. Segala puji bagi Allah. Bayangkanlah, jumlah perbekalan yang terbatas dan jumlah ikhwan yang sedikit ini, sekitar 300 orang mujahid, dengan persenjataan yang sederhana, harus menghadapi aliansi super power dunia. Allah Maha Menguasai urusan-Nya akan tetapi kebanyakan manusia tidak memahaminya.
Dalam peristiwa ini ada pelajaran, pelajaran bahwa ketegaran di hadapan super power dunia ini akan merealisasikan kemenangan. Pada akhirnya kekuatan super power dunia tersebut adalah kekuatan materi, mereka manusia biasa yang memiliki rasa takut, mereka sangat menginginkan keselamatan nyawa dan kelangsungan hidup mereka. Jika engkau telah menyerahkan urusanmu kepada Allah dan engkau memutuskan untuk terbunuh di jalan Allah, maka kekuatan super power dunia ini tidak akan mampu melakukan apa-apa, ia hanya akan berusaha membunuhmu.
Saya ingat salah satu kisah lucu dalam peristiwa itu adalah saat terjadi serangan yang penuh berkah (11 September 2001) terhadap kota New York, Washington, dan Pennsylvania, tentu saja Amerika selalunya tidak pernah menyebutkan serangan itu ditujukan kepada Departemen Pertahanan, Pentagon. Dengan begitu Amerika mempublikasikan kepada dunia bahwa serangan itu hanya ditujukan kepada penduduk sipil semata. Padahal satu bagian dari markas komando militer Amerika (gedung Pentagon) telah dihancurkan pada serangan itu. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Saya masih ingat bahwa saudaraku, sang ksatria dan pahlawan, Syaikh Thariq Anwar (semoga Allah merahmatinya) di ibukota Kabul pasca invasi aliansi salibis ini. Saat itu beliau bertanya kepadaku, “Wahai Syaikh Aiman, apa yang akan dilakukan Amerika kepada kita?”
Saya menjawab, “Apa yang akan mereka lakukan? Demi Allah, mereka akan melakukan apa yang mereka ingin lakukan.”
Beliau berkata, “Mereka bisa membombardir kita dengan bom-bom nuklir. Apa yang akan kita lakukan?”
Saya menjawab, “Apa yang akan kita lakukan? Kita akan mati.”
Maka beliau berkata sambil tertawa, “Ya, benar, kita akan mati.” (Syaikh Aiman Az-Zhawahiri tertawa saat menceritakan kisah ini)
Bagi seorang mukmin, hidup dan mati itu sama, semuanya bertujuan untuk meraih ridha Allah Ta’ala. Kapan kematian akan mendatanginya? Itu bukan urusannya dan pekerjaannya. Pekerjaannya adalah berusaha meraih ridha Allah Ta’ala. Pelajaran ini sangat jelas sekali dalam pertempuran Torabora.
Kita kembali ke cerita Baghal dan rumputnya. (Syaikh Aiman kembali tertawa). Hanya itulah perlengkapan perang yang bisa dipergunakan oleh Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi dalam memimpin peperangan dahsyat melawan aliansi pasukan salibis dan pasukan munafik.
Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi, seperti telah saya ceritakan, ditangkap di Pakistan dan beliau dipindahkan dari satu penjara ke penjara lain di Afghanistan. Setelah itu mereka mendeportasikannya ke Mesir agar bisa menyiksanya secara leluasa di sana. Di penjara Dinas Intelijen Perang Mesir, perwira intelijen Sulaiman si anjing menyiksa Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi secara keji, semoga Allah membalas anjing itu dengan siksaan yang setimpal.
Syaikh Abu Yahya Al-Libi telah menceritakan kepadaku kisah penyiksaan keji yang harus dihadapi oleh Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi di Mesir. Orang-orang (Dinas Intelijen Perang Mesir) berusaha mengambil video interogasi tersebut untuk mendapatkan restu dari Amerika. Mereka menanyai Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi tentang senjata kimia. Beliau mengalami penyiksaan keji, pengakuan itu terjadi dibawah tekanan dan penyiksaan. Apa sih senjata kimia itu? Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi menjawab, “Ya, kami punya senjata kimia.”
Pengakuan itu tidak membawa bahaya apapun bagi kami. Beliau memberikan pengakuan yang diinginkan oleh Dinas Intelijen Perang Mesir sehingga mereka menghentikan siksaan kepada beliau. Mereka menyampaikan hasil interogasi itu kepada Amerika. Amerika pun bergembira dan menyebar luaskan berita pengakuan tersebut kepada masyarakat dunia. “Al-Qaeda memiliki senjata kimia, senjata ini dan senjata itu. Kami telah memastikan hal itu saat kami melakukan serangan terhadap mereka.”
Setelah para interogator Dinas Intelijen Perang Mesir meninggalkan Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi dan beliau kembali dibawa ke penjara Amerika, para interogator Amerika kembali menanyai beliau tentang senjata kimia. Beliau menjawab, “Al-Qaeda tidak memiliki senjata kimia maupun senjata non-kimia. Di Mesir para interogator menyiksaku secara keji, mereka ingin aku mengatakan ada senjata kimia, maka aku pun mengatakan apa yang mereka inginkan.”
Peristia itu menjadi pembongkaran yang besar terhadap makar Bush. Semoga Allah membongkar makar Bush di dunia dan akhirat.
Setelah itu Amerika mendeportasikan Syaikh lbnu Syaikh Al-Libi ke penjara Libya. Mereka mengatakan Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi adalah musuh Qaddafi dan ingin menggulingkan Qaddafi. Mereka memang sekutu Qaddafi.
Di penjara Libya, salah satu lembaga HAM, saya menduga adalah Human Rights Watch mengunjungi Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi dan menanyai beliau, “Kami ingin mendengar kisah penyiksaan yang Anda alami. Apakah Anda mengalami perlakuan buruk di penjara Libya dan penjara Amerika?”
Namun beliau menolak untuk bercerita kepada mereka. Beliau berkata, “Sekarang kalian datang? Sekarang kalian datang setelah sekian panjang dan sekian lama saya mengalami semua siksaan yang saya alami? Sekarang pergilah kalian. Saya tidak memerlukan apapun dari kalian.”
Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi dibunuh di penjara Libya. Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi dibunuh di dalam penjara Libya, kemungkinan besar, karena ia menolak menanda tangani pernyataan mundur dari gerakan jihad yang dipaksakan oleh Qaddafi kepada para mujahidin yang tertawan. Semoga Allah merahmati Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi, ksatria yang tegar dan gunung yang kokoh menjulang ini, dalam sejarah jihad Libya dan sejarah jihad dunia Islam.
Perkara penting yang akan saya tutup dengannya cerita saya tentang Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi adalah, sesungguhnya darah dan nyawa Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi adalah amanah di pundak penduduk Libya secara khusus dan seluruh kaum muslimin secara umum. Saya bebankan amanat kepada pundak ikhwan-ikhwan Libya untuk membalas atas pembunuhan terhadap Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi, Syaikh Abu Yahya Al-Libi, Syaikh Athiyatullah Al-Libi, dan seluruh ikhwan mujahidin Libya lainnya. Ini adalah amanat di pundak kalian dan pundak setiap muslim dan setiap mujahid. Kalian wajib membalas atas pembunuhan terhadap para pahlawan tersebut.
Tentu saja Syaikh Ibnu Syaikh Al-Libi bukanlah satu-satunya ikhwan yang syahid. Saya telah menceritakan bahwa sekitar 10 persen sampai 12 persen ikhwan telah gugur dalam peristiwa Torabora. Sebagian besar mereka gugur saat mereka bergerak mundur dari Torabora. Mereka terjebak dalam operasi penyergapan dalam perjalanan mereka. Mereka dibombardir oleh pesawat-pesawat tempur Amerika di sebuah lembah yang sempit, sekitar 20 sampai 30 ikhwan gugur dalam peristiwa tersebut.
Semua bombardir pesawat tempur salibis di Torabora menewaskan sekitar 10 orang ikhwan. Dengan demikian total jumlah ikhwan yang gugur sekitar 30 sampai 40 orang syahid, dengan izin Allah Ta’ala. Semoga Allah mengumpulkan kita dengan mereka di surga yang tertinggi Al-Firdaus. Dengan demikian jumlah kerugian yang kita alami selama pengepungan dan bombardir tersebut berkisar antara 10 sampai 12 persen.
Syaikh Muhammad Mahmud Al-Makki
Tentu saja banyak nama ikhwan yang menjadi syuhada’. Diantaranya Asy-Syahid Abu Mihjan semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang luas, yang telah berjihad di Afghanistan melawan komunis Uni Soviet, lalu berjihad di Bosnia, lalu berjihad di Afghanistan pada era pemerintahan Taliban, kemudian meraih syahid dalam pertempuran di Torabora.
Juga Asy-Syahid Muhammad Mahmud Al-Makki, sebelumnya ia berjihad di Bosnia, kemudian beliau berjihad di Afghanistan. Beliau termasuk dalam rombongan yang gugur di awal-awal bombardir pesawat tempur Amerika. Saya masih ingat, saya menemuinya saat pertama kali saya mendaki ke puncak pegunungan Torabora. Ia adalah komandan pada salah satu tempat di pegunungan Torabora.
Saya akan mengisahkan kondisi yang dihadapi oleh ikhwan-ikhwan di Torabora. Saat itu saya mendaki pegunungan Torabora, saat itu tentu saja saya belum mengetahui secara tepat kondisi ikhwan-ikhwan di Torabora. Salah seorang ikhwan duduk untuk berwudhu, maka ia mengambil wadah air dan menuangkannya untuk berwudhu. Ikhwan ini menuangkan air dengan deras.
Maka Syaikh Muhammad Mahmud Maki mengatakan kepadanya, “Wahai saudaraku, semoga Allah memberimu petunjuk, satu tetes air di sini sama nilainya dengan sebongkah emas.” Jadi, kalian tahu kondisi ikhwan-ikhwan di Torabora. Satu tetes air di sana lebih mahal dari sebongkah emas. Begitu beliau mengatakannya kepada ikhwan tersebut.
Saya juga mengenang saudara kita, Thalut, semoga Allah merahmatinya. Juga saudara kita Abu Yahya Al-Hawan yang mengikuti fase pertama pertempuran di Torabora, semoga Allah merahmatinya, kemudian beliau meninggalkan Torabora. Syaikh Abu Yahya Al-Hawan, sesuai nama julukannya, adalah seorang spesialis dalam menggunakan meriam Hawan.
Syaikh Abu Yahya Al-Hawan
Syaikh Abu Yahya Al-Hawan adalah sosok yang dikenal luas oleh semua mujahidin yang turut berjihad melawan komunis Rusia dan berjihad bersama Imarah Islam Taliban, melawan aliansi salibis Amerika. Beliau adalah salah satu pilar dari madrasah kamp militer Khaldan yang penuh berkah. Syaikh Abu Yahya Al-Hawan adalah salah seorang sosok yang bertakwa namun menyembunyikan dirinya (tidak menonjolkan dirinya). Beliau bekerja dengan diam, tanpa mengharapkan ucapan terima kasih dan pujian, bekerja semata-mata demi mencari wajah Allah Ta’ala.
Beliau telah mendampingi Syaikh Abdullah Azzam semoga Allah merahmatinya dan Syaikh Abdullah Azzah biasa mencandainya. Syaikh Abdullah Azzam menjuluki Syaikh Abu Yahya Al-Hawan “musuh Italia”. Semula Syaikh Abu Yahya Al-Hawan bekerja di Italia, kemudian beliau berhijrah, meninggalkan Italia dan mencurahkan dirinya sepenuhnya dalam jihad fi sabilillah.
Diantara keistimewaan Syaikh Abu Yahya Al-Hawan yang unik adalah beliau sangat antusias mengambil manfaat dari setiap waktu yang beliau lalui. Engkau tidak akan melihat beliau kecuali beliau dalam keadaan mempelajari sebuah ilmu yang bermanfaat atau mengerjakan amal shalih. Beliau adalah seorang pelatih pada kamp pelatihan militer Khaldan, dan pada saat yang sama beliau menjadi murid pada ma’had dakwah di kamp tersebut yang dipimpin oleh Syaikh Abu Abdillah Al-Muhajir, semoga Allah mengumpulkan kita dengan beliau dalam keadaan baik pada waktu yang dekat, dalam keadaan meraih kemenangan, keamanan dan ketenangan, insya Allah.
Pada saat terjadi serangan pasukan salibis terhadap Afghanistan, pasca serangan penuh berkah (11 September 2001), Syaikh Abu Yahya Al-Hawan menyingkir dan berlindung pada wilayah-wilayah persukuan (Pakistan). Di sanalah beliau memulai kembali kegiatan pelatihan militer. Beliau spesialis dalam menggunakan meriam Hawan, maka senjata itulah yang ia ajarkan kepada mujahidin.
Syaikh Abu Yahya Al-Hawan adalah seorang yang sangat wara’ (berhati-hati dalam perkara yang haram, makruh dan syubhat). Beliau khawatir ada mujahid yang belajar menggunakan meriam Hawan kepada beliau, lalu mempergunakan ilmunya untuk kepentingan dunia. Kalian mengetahui bagaimana kondisi wilayah-wilayah persukuan, konflik antar suku, dan peperangan antar suku.
Syaikh Abu Yahya Al-Hawan mengambil perjanjian dari setiap mujahid yang belajar kepadanya. Beliau mengambil sumpah muridnya dengan mushaf Al-Qur’an, bahwa ia tidak akan menggunakan ilmunya kecuali dalam jihad di jalan Allah melawan orang-orang kafir, musuh-musuh kaum muslimin.
Sebagian kaum Anshar (mujahidin lokal) dari kalangan suku-suku mencandai beliau. Salah seorang diantara mereka berpura-pura mencuri-curi lihat catatan dalam buku tulis Syaikh Abu Yahya Al-Hawan, maka Syaikh Abu Yahya Al-Hawan segera menutup buku tulisnya. Syaikh Abu Yahya Al-Hawan, sang pahlawan yang bertakwa lagi tidak mau menonjolkan dirinya ini, terus-menerus bekerja dalam diam sampai Allah mewafatkan beliau dengan penyakit kanker di daerah rahang kanannya. Beliau meninggal akibat penyakit tersebut. Kita memohon kepada Allah semoga menerima beliau dalam golongan orang-orang shalih.
Syaikh Hamzah Ad-Dandani
Diantara tokoh penting lagi menonjol lainnya dari kalangan syuhada’ Torabora yang saya ingat adalah Syaikh Hamzah Ad-Dandani. Beliau meraih syahid di wilayah Jauf, di negeri dua tanah suci (Makah dan Madinah, Arab Saudi), beliau gugur ditangan pasukan dinasti Saudi dalam pertempuran antara mujahidin melawan pasukan Arab Saud, dinasti boneka Amerika lagi pengkhianat di Jazirah Arab.
Syaikh Hamzah asy-syahid atau Syaikh Hamzah Ad-Dandani adalah komandan satu regu mujahidin muda di Torabora. Regu yang beliau pimpin adalah termasuk regu yang paling disiplin dan teratur dalam pertempuran Torabora.
Torabora menyatukan mujahidin dunia Islam
Tentu saja saat berbicara tentang para syuhada’ Torabora, Torabora adalah perwujudan dari persatuan. Pertempuran di Torabora bukan saja diikuti oleh mujahidin dari satu negara saja. Pertempuran itu diikuti oleh mujahidin dari berbagai negara. Mujahidin yang terlibat dalam pertempuran Torabora adalah ikhwan-ikhwan dari Jazirah Arab; ikhwan-ikhwan dari Yaman negeri bala bantuan Islam sepanjang zaman, ikhwan-ikhwan dari Kuwait, ikhwan-ikhwan dari Bahrain, dan ikhwan-ikhwan dari negeri dua tanah suci.
Pertempuran itu juga diikuti oleh ikhwan-ikhwan dari negeri Maghrib Islami (Maroko); Aljazair, saya mengingat Syaikh Abu Ja’far Al-Jazairi dan rekan-rekannya, juga dari Maroko, Tunisia, dan Libya. Pertempuran itu juga diikuti oleh ikhwan-ikhwan dari Pakistan dan Afghanistan, juga ikhwan-ikhwan dari negeri Syam, dan ikhwan-ikhwan dari Turkistan.
Mereka semua terlibat dalam pertempuran Torabora. Saya berdoa kepada Allah semoga menerima amal mereka semua, merahmati mereka yang menjadi syuhada’, membebaskan mereka yang menjadi tawanan, dan menyatukan kami dengan mereka semua dalam kebaikan di dunia dan akhirat.
Sampai berjumpa dalam serial video mendatang, insya Allah. Demikian yang bisa saya sampaikan, saya memohon ampunan kepada Allah untuk diri saya sendiri dan diri kalian semua. Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada nabi kita Muhammad, keluarganya dan seluruh sahabatnya.
Yayasan Media As-Sahab
dan
Al-Fajr Media Center
Ramadhan 1435 H /Juli 2014 M
(muhib al majdi/arrahmah.com)