JAKARTA (Arrahmah.id) – Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengubah aturan seleksi penerimaan calon prajurit TNI dan membolehkan keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mendaftar sebagai calon prajurit TNI.
Hal itu diutarakan Andika saat memimpin rapat penerimaan Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI Tahun Anggaran 2022 pada Rabu (30/3/2022).
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212, Slamet Ma’arif menyatakan dengan tegas penolakannya.
“Menolak (kebijakan itu). Semoga rakyat makin sadar kalau PKI atau Komunis itu ada dan bangkit bahkan sangat kuat, diduga sudah ada di sekitar kekuasaan,” ujar Slamet pada Kamis (31/3).
Dia juga mengkhawatirkan kebangkitan komunisme meski saat ini sudah dilarang dan hanya tersisa kalangan keluarga PKI.
“Apa Panglima lupa TAP MPRS 25 tahun 1966 tentang larangan PKI belum dicabut? Apa ada jaminan anak keturunan tidak berideologi komunis? Karena faktanya banyak anak keturunan yang terlihat membangkitkan ideologi dan paham komunis,” tuturnya.
Dibanding mengizinkan anak keturunan PKI menjadi anggota TNI Slamet, menyarankan agar Panglima TNI fokus pada pemberantasan teroris Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
“Saran saya kepada Panglima TNI sekarang fokus aja kerahkan kekuatan TNI untuk tindak teroris KKB di Papua,” pungkasnya.
Senada dengan Slamet Ma’arif, Wakil Ketua Komisi I DPR Anton Sukartono Suratto mengatakan bahwa dalam melakukan tes wawasan kebangsaan, perlu dipastikan agar calon prajurit agar tidak terpapar paham-paham dan ajaran-ajaran terlarang.
“Dalam tes wawasan kebangsaan, TNI harus memastikan calon prajurit TNI tidak terpapar pemikiran Leninisme, komunisme dan Marxisme yang merupakan ajaran terlarang berdasar TAP MPRS Nomor 25/1966,” pesannya.
Anton juga menyinggung sejarah kelam PKI tahun 1965. Menurutnya, itu adalah pelajaran penting untuk bangsa ini. Oleh karena itu, segenap warga negara harus menjaga nilai-nilai kebangsaan, jangan sampai ideologi terlarang kembali bangkit.
“Kita harus senantiasa menjaga nilai nilai kebangsaan kita, jangan sampai paham paham ideologi terlarang bangkit kembali di Indonesia. Sejarah kelam PKI tahun 1965 cukup menjadi sejarah perjalanan Bangsa Indonesia,” tandas Anton. (rafa/arrahmah.id)