(Arrahmah.com) – Panglima mujahidin Taliban, Wali-ur-Rahman dan Hakimullah Mehsud, yang diberitakan oleh pemerintah munafik Pakistan terlibat dalam baku tembak dan salah satunya tewas, masih hidup dan ada dalam kondisi yang baik-baik saja.
“Tidak ada pembagian divisi dalam internal tubuh Tehrik-e-Taliban,” kata panglima Wali-ur-Rehman pada hari Minggu (9/8).
Wali-ur-Rehman, yang berbicara melalui telepon dari lokasi yang dirahasiakan, menolak adanya pertemuan dewan atau syura yang disinyalir pemerintah munafik Pakistan sebagai ajang untuk menentukan kekosongan tampuk kepemimpinan yang sebelumnya ditempati oleh Baitullah Mehsud.
“Tidak ada pertentangan. Tidak ada perseteruan. Kami berdua masih hidup, dan tidak ada pertemuan khusus dewan syura,” tegas Wali-ur-Rehman. Ia pun mengklarifikasi bahwa para penguasa munafik Pakistan mengada-ada laporan mengenai adanya pertentangan di dalam tubuh Taliban dalam rangka membanggakan diri di hadapan dunia dan merusak citra mujahidin.
Panglima Tehrik-e-Taliban yang lain, Hakimullah Mehsud menyatakan bahwa laporan mengenai kematian pimpinan mujahidin Baitullah Mehsud yang telah disebarluaskan oleh agen-agen intelejen seperti ISI, MI5, dan CIA sebagai pihak-pihak yang mendesak penguasa Pakistan untuk juga mengumumkan secara resmi hal tersebut, merupakan kebohongan semata. Hakimullah Mehsud mengatakan bahwa Baitullah Mehsud mengikuti jejak Syaikh Usamah bin Ladin dan pimpinan Taliban Afghanistan Mulla Muhammad Umar dengan mendiamkan dan menghindar dari pusat perhatian.
Hakimullah Mehsud pun menolak ada pertemuan dewan syura Taliban yang dilakukan untuk menentukan pengganti Baitullah. Ia mengatakan tidak ada kebutuhan sedikit pun untuk melakukan pertemuan besar karena pemimpin mujahidin Taliban masih hidup dan masih ada dalam kondisi yang sangat sehat.
Ia juga menyatakan bahwa Baitullah Mehsud sedang tidak berada di rumah mertuanya saat serangan udara dilakukan oleh para kafirin. Hakimullah menertawakan media-media yang begitu semangat memberitakan kematian Baitullah Mehsud dan melebih-lebihkan sesuatu dengan tidak pada tempatnya dan tidak memiliki bukti apapun. (Althaf/arrahmah.com)