KHARTOUM (Arrahmah.id) – Panglima Angkatan Darat Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, muncul dalam sebuah video yang disebarkan oleh militer pada Kamis (24/8/2023) di luar kompleks komando militer di Khartoum untuk pertama kalinya sejak dimulainya perang lebih dari empat bulan yang lalu.
Tentara telah memerangi Pasukan Pendukung Cepat (RSF) paramiliter untuk menguasai ibu kota dan beberapa kota besar sejak 15 April. Upaya-upaya mediasi telah terbukti tidak membuahkan hasil karena para diplomat mengatakan bahwa kedua belah pihak masih yakin bahwa mereka bisa menang.
Sementara RSF telah mendominasi Khartoum dan kota-kota kembarnya di darat, militer Sudan telah menggunakan kekuatan udara untuk mencoba mengusir pasukan paramiliter dari daerah-daerah utama, lansir Reuters.
Pertempuran, di mana tidak ada pihak yang mendapatkan keuntungan yang jelas, telah menimbulkan banyak korban sipil dan membuat lebih dari 4,5 juta orang mengungsi menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dalam video tersebut, yang menurut pihak militer diambil di pangkalan angkatan udara Wadi Sayidna di Omdurman, di seberang Sungai Nil dari ibu kota, Burhan menyapa para prajurit yang bersorak-sorai.
“Pekerjaan yang Anda lakukan harus meyakinkan rakyat bahwa tentara memiliki rakyat dan bahwa Sudan dilindungi oleh tentara,” klaimnya dalam video tersebut.
Kemunculan video tersebut terjadi ketika RSF melakukan serangan selama beberapa hari di pangkalan Korps Lapis Baja di Khartoum selatan, satu-satunya pangkalan utama militer di ibu kota selain komando militer, yang menurut RSF diblokade.
Tidak jelas bagaimana Burhan bisa meninggalkan Khartoum.
Tentara juga menguasai pangkalan di kota Omdurman dan Bahri, termasuk pangkalan angkatan udara Wadi Sayidna, yang telah dicoba diserang oleh RSF namun tetap terlindungi dengan baik.
Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, kepala RSF, sering mengejek Burhan yang disebutnya bersembunyi di bunker, meskipun Dagalo hanya sekali terlihat dalam video sejak awal perang, berbicara kepada para tentara di luar sebuah rumah di lokasi yang tidak teridentifikasi pada bulan lalu.
Sementara pertempuran telah menciptakan krisis kemanusiaan, dengan ditutupnya rumah sakit, pemadaman listrik dan air, serta kekurangan makanan, musim hujan, yang dimulai bulan lalu, mengancam untuk memperburuk situasi.
PBB mengatakan pada Rabu bahwa wabah campak telah dilaporkan, serta meningkatnya kasus diare berair akut, malaria, dan demam berdarah. (haninmazaya/arrahmah.id)