(Arrahmah.id) – Secara sunnah kauniyah, pertolongan dari satu pihak ke pihak lain pasti disertai sejumlah syarat. Tidak mungkin setiap orang yang minta tolong akan otomatis diberi pertolongan.
Sebagai contoh, jika ada pria muda yang gagah lalu minta tolong (minta uang), tentu orang akan enggan memberikan pertolongan. Berbeda jika yang meminta tolong adalah lelaki tunanetra yang sulit memenuhi kebutuhannya sendiri, tentu orang akan mudah tergerak untuk menolong.
Contoh lain, jika ada lelaki yang suka judi, mabuk dan maksiat lain, lalu ia minta tolong (minta uang), maka orang yang tahu kehidupannya pasti enggan menolongnya. Sebab uang yang diberikan tidak bermanfaat baginya, tapi justru memperparah hobinya itu.
Demikian pula dengan pertolongan Allah. Tidak mungkin diberikan gratis tanpa syarat, dan kepada siapapun yang meminta. Allah pasti akan lihat terlebih dahulu apakah sudah memenuhi syarat, dan memang waktunya tepat. Tugas kita hanya meminta tolong dan memenuhi persyaratan untuk ditolong. Soal kapan dan bagaimana pertolongannya hanya Allah yang tahu dan berkehendak.
Identifikasi Masalah
Umat Islam Palestina berada dalam situasi yang sangat layak untuk ditolong oleh Allah. Mereka dijajah oleh Yahudi Zionis yang sangat memusuhi umat Islam sejak tahun 1948 – sudah 75 tahun lamanya. Pengusiran, penangkapan, perampasan hak, penyiksaan, penjara dan pembunuhan menjadi menu harian sehingga hidup mereka berasa pahit dan pedih.
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةٗ لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشۡرَكُواْۖ
Pasti akan engkau dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (Al-Ma’idah/5:82)
Penjajahnya juga berstatus musuh Allah sehingga Allah juga punya kepentingan menghukumnya. Jika Allah sudah berkehendak menghukum, tak akan ada yang bisa lolos.
Kesimpulannya, dari berbagai sisi apa yang dialami umat Islam Palestina sudah lebih dari cukup untuk mendapatkan pertolongan Allah.
Rinciannya sebagai berikut:
- Mereka dalam posisi terzalimi. Allah pasti menolong hambanya yang terzalimi.
-
Bentuk kezalimannya pada level tertinggi, melewati batas-batas kemanusiaan, sehingga sangat layak ditolong oleh Allah.
-
Mereka sudah melantunkan doa, menengadahkan tangan ke langit dan bermunajat minta tolong kepada Allah hingga pada kondisi paling mengiba dan penuh tangisan haru. Rasanya tak ada orang yang bisa mengalahkan keseriusan dan penghayatan doa mereka. Setiap doa yang dipanjatkan kepada Allah pasti akan diijabah oleh Allah.
-
Musuh yang menzalimi statusnya jelas, tak ada syubhatnya sama sekali. Mereka kafir, arogan, tengil, hobi menumpahkan darah, tak pernah mengindahkan tata aturan internasional, dan semua sifat jahat terkumpul pada mereka. Mereka mengumpulkan seluruh syarat untuk dikalahkan dan dihancurkan oleh Allah.
-
Sebaliknya, mayoritas penduduk Palestina beragama Islam, hamba-hamba Allah yang pasti akan dibela Allah jika berhadapan dengan musuh-Nya.
-
Terdapat Masjidil Aqsha, salah satu syiar yang Allah cintai. Dulu Allah menghancurkan pasukan Abrahah saat datang hendak menghancurkan Masjidil Haram di Makkah pada tahun Gajah – tahun lahirnya Nabi Muhammad SAW. Jika dulu Allah jaga Masjidil Haram dari tangan-tangan jahat, tentu Allah akan jaga juga Masjidil Aqsha dari tangan-tangan jahat.
-
Umat Islam di luar Palestina juga ikut mendoakan pertolongan kepada Allah, yang juga berpotensi dikabulkan oleh Allah.
-
Waktu terjadinya kezaliman juga sudah sangat lama – 75 tahun – rasa-rasanya sudah tiba waktunya untuk diakhiri oleh Allah dengan turunnya pertolongan.
Bukankah ini semua sudah cukup untuk membuat Allah berpihak kepada umat Islam Palestina lalu menurunkan pertolongan-Nya dan Israel dihancurkan oleh Allah ? Tapi mengapa Allah belum juga bertindak dengan menghancurkan “Israel” dan memenangkan umat Islam Palestina ?
Kriteria Kelompok yang Dinginkan Allah
Allah tidak mungkin menurunkan pertolongan kepada penduduk Palestina begitu saja, meski “Israel” sudah layak dihukum. Sebab penduduk Palestina heterogen, tidak semuanya Muslim. Sementara yang Muslim juga belum tentu memenuhi syarat untuk menerima pertolongan. Ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi.
Karena itu, berlaku hukum Allah, seperti yang ditengkan ayat di bawah ini:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآئِمٖۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ ٥٤ – المائدة
Wahai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut pada celaan orang yang mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Ma’idah/5:54)
Substansi ayat ini hendak mengatakan bahwa jika umat Islam tidak memenuhi kriteria yang diinginkan Allah, pasti akan Allah ganti dengan generasi baru yang memenuhinya.
Kriteria tersebut adalah:
- Allah cinta kepada mereka, dan mereka cinta kepada Allah. Mengandung makna iman, taqwa dan keshalihannya bagus meski tak mungkin bersih total seperti malaikat.
-
Penyayang kepada kaum beriman dan keras kepada kaum kafir. Mengandung makna loyalitasnya hanya untuk orang beriman, pantang loyal kepada kafir.
-
Berjihad di jalan Allah. Mengandung makna terlibat dalam kerja serius dan melelahkan dalam upaya melawan kaum kafir (seperti “Israel”).
-
Tidak takut celaan orang yang mencela. Mengandung makna tegar, sabar dan yakin di jalan Allah, tak peduli apa kata orang.
Jika kita zoom penduduk Palestina, tentu tidak semua Muslimnya memenuhi kriteria itu. Kriteria nomor 2 agaknya cukup serius, banyak terdapat kaum nasionalis yang loyalitasnya untuk bangsa apapun agamanya, bukan untuk orang beriman. Sementara nomor 1, 3 dan 4 juga menjadi problem, meski tidak seserius no 2.
Ayat yang lain menjelaskan hukum Allah ini dengan cara berbeda:
أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تُتۡرَكُواْ وَلَمَّا يَعۡلَمِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ مِنكُمۡ وَلَمۡ يَتَّخِذُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَا رَسُولِهِۦ وَلَا ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَلِيجَةٗۚ وَٱللَّهُ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ١٦ – التوبة
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (apa adanya), sedangkan Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak menjadikan selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin sebagai teman setia. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (At-Taubah/9:16)
Ayat ini jika kita terapkan pada konteks Palestina, kurang lebih akan berbunyi begini:
“Apakah kamu mengira wahai umat Islam Palestina bahwa Allah akan membiarkanmu dalam keadaanmu apa adanya, lalu tiba-tiba Allah menolongmu dan mengalahkan ‘Israel’? Tidak. Allah ingin lihat dulu pembuktian darimu, yaitu dalam dua hal:
- Kamu mau berpayah-payah berjihad menyiapkan peperangan melawan ‘Israel’.
-
Kamu menghimpun diri dalam lingkaran saling percaya dan saling setia sesama loyalis Allah, Rasul-Nya dan kaum beriman. “
Ayat pertama merinci dalam 4 kriteria, sementara ayat kedua merinci dalam 2 kriteria saja. Karenanya bisa disimpulkan, kriteria globalnya hanya dua, yaitu jihad dan wala’ lil mukmin.
Realita Sejarah Palestina
Sejarah Palestina membenarkan berlakunya hukum Allah ini. Terdapat dua fase sejarah Palestina pasca penjajahan yang dimulai tahun 1948 itu.
Fase pertama, 1948 – 1986 : Palestina didominasi pikiran nasionalisme (bukan wala’ lil mukmin) dan jalan perlawanannya diplomasi (bukan perang atau jihad). Pemain utamanya PLO yang dipimpin Yasser Arafat, meski warna itu tetap ada hingga kini yang berganti nama menjadi Fattah pimpinnan Mahmud Abbas.
Fase kedua, 1987 – 2023 dst : Palestina (terutama Gaza) mengadopsi Islamisme dengan lahirnya HAMAS (harakah muqawamah islamiyah) yang mengoreksi paham nasionalisme. Penggunaan jargon Islam menegaskan wala’ lil mukmin. Dibarengi dengan meletusnya Intifadha tahun 1987 yang berawal dengan perlawanan pakai batu. Semakin hari semakin berkembang hingga kini mampu memproduksi senjata sendiri. Intinya, jalan perlawanan yang ditempuh bukan diplomasi, tapi perang. Diplomasi tetap dipakai, tapi hanya untuk mencatat hasil perang, bukan sebagai alat mandiri.
Maknanya, fase pertama tidak memenuhi syarat untuk ditolong. Sebab para aktivisnya beraqidah nasionalisme dan jalan perjuangannya hanya diplomasi. Karena itu Allah ganti dengan generasi baru yang memenuhi syarat, yaitu aqidahnya Islamisme dan jalan perjuangannya perang. Dan hasilnya bisa kita lihat, pertolongan Allah tampak dengan gamblang. Meskipun belum menang mutlak pada babak peperangan ini – Thufan Aqsha – tapi sudah pasti memberi pukulan telak buat “Israel”. Orang mengatakan, ini menjadi awal keruntuhan “Israel”.
Lihatlah, sunnatullah ini berlaku di Palestina. Ayat hadir dengan narasi, sementara realita kehidupan hadir dengan bukti. Karena itu fa’tabiru ya ulil abshar – ambillah pelajaran wahai Anda yang memiliki mata batin dan mata kepala.
Jika negerimu mengalami ujian seperti Palestina, cepat-cepatlah berhimpun untuk membentuk kelompok yang memenuhi dua kriteria; berjihad di jalan Allah dan menegakkan loyalitas atas dasar Allah, Rasul-Nya dan orang beriman.
Hanya dengan cara ini kita bisa mengundang pertolongan Allah, seperti yang hari ini kita saksikan pada HAMAS dan para pejuangnya. Dan yang dulu kita baca sejarahnya pada gerakan perlawanan Pangeran Diponegoro yang kita kagumi itu. Wallahul-musta’an.
والله أعلم بالصواب
@elhakimi, Rabu (27/12/2023)
(Rafa/arrahmah.id)