(Arrahmah.id) – Data, gambar dan video kekejaman “Israel” terhadap penduduk Palestina tak bisa lagi disembunyikan. Kesombongan dan kezalimannya tak ada bandingannya. Nyawa warga Palestina benar-benar tak ada harganya di mata mereka. Baik orang dewasa, wanita maupun anak-anak semuanya dijadikan sasaran. Tak ada rasa malu sedikitpun kepada publik dunia.
Bukan hanya kepada manusia, kepada Allah pun mereka berani bersikap pongah, arogan dan tengil. Leluhur mereka pernah mengatakan Allah itu faqir, sedangkan mereka kaya, sebagaimana direkam dalam surat Ali Imran ayat 181. Mereka menolak dengan keras risalah Nabi Muhammad SAW justru setelah tahu bukti bahwa Nabi Muhammad SAW benar sebagai Nabi.
Kejahatan mereka kepada manusia, penolakan mereka terhadap kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW, dan sikap tengil mereka kepada Allah, rasanya sudah cukup menjadi alasan bagi Allah untuk membinasakan mereka dengan taqdir-Nya. Tapi mengapa mereka tak juga dihancurkan oleh Allah dengan gemp, atau banjir atau petir atau burung Ababil atau cara yang lain sebagaimana pada kaum-kaum terdahulu yang ingkar kepada Allah ?
Jika dihitung secara waktu, mereka sudah menebar teror dan berbagai praktek kezaliman kepada penduduk Palestina selama 75 tahun, sejak 1948. Bukan waktu yang sebentar. Jutaan orang terusir dari kampung halamannya. Ratusan ribu nyawa terbunuh. Jutaan orang terluka. Kok Allah belum turunkan azab-Nya juga ? Nunggu berapa lama lagi?
Padahal tanah Palestina tiap hari dicaplok sedikit demi sedikit. Tinggal tersisa Tepi Barat dan Jalur Gaza. Apakah Allah menunggu seluruh penduduk Palestina terusir baru kemudian Allah datangkan azab-Nya ?
Jika dihitung dengan angka, sudah berapa juta atau bahkan berapa milyar jeritan mengiba disuarakan oleh para korban, sejak 1948 yang lalu. Sudah berapa ribu kali pintu langit diketuk untuk minta tolong kepada Allah? Mengapa sampai kini seolah Allah tidak dengar?
Dua Mekanisme Penghancuran
Ada dua mekanisme yang Allah gunakan dalam mengazab musuh-Nya dan musuh orang beriman. Pertama, pada era pra Nabi Muhammad SAW. Dan kedua, pada era Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman.
Pada era pra Nabi Muhammad SAW, Allah “meminjam” tangan non manusia untuk menghancurkan kaum yang membangkang dan memusuhi para utusan-Nya. Misalnya Allah gunakan air (banjir) untuk melenyapkan kaum yang memusuhi Nabi Nuh as. Kaum Ad dibinasakan dengan angin badai. Kaum Tsamud yang menentang dakwah Nabi Shalih dihancurkan dengan suara keras yang mematikan. Kaum Sodom yang memusuhi Nabi Luth as dibinasakan dengan gempa dahsyat. Fir’aun dan bala tentaranya ditenggelamkan di laut. Dan terakhir, pasukan Abrahah yang datang menyerbu Kabah dihancurkan dengan memakai batu yang “ditembakkan” oleh burung Ababil.
Intinya, pada masa pra Nabi Muhammad SAW, mekanisme penghancuran itu bukan dengan tangan manusia (para Nabi dan pengikutnya). Kisah yang paling heroik adalah penghancuran pasukan Fir’aun, tapi tangan Nabi Musa as hanya memukulkan tongkat untuk membelah laut, bukan menggunakannya untuk memukul pasukan Fir’aun. Penyebab kematian mereka bukan dipukul menggunakan tangan (tongkat), tapi karena air yang masuk ke paru-paru mereka sehingga tidak bisa bernapas lalu mati.
Demikian pula dengan Abdul Muthalib kakek Nabi Muhammad SAW. Ketika tahu tentara Abrahah yang diperkuat pasukan gajah sudah mendekat Makkah dan akan menghancurkan Kabah, dia justru menyingkir ke bukit karena merasa tak akan sanggup menghadang. Ia ajak penduduk Makkah ikut menyingkir dengannya, hanya nonton dari kejauhan. Ia kembalikan penjagaan Kabah kepada Allah. Lalu Allah datangkan burung Ababil untuk menghancurkan mereka. Tangan Abdul Muthalib tidak capek dan tubuhnya tak ada luka sama sekali. Hatinya lega melihat adegan itu, tapi bukan karena jasa tangannya, tapi burung Ababil. Pahlawan yang sesungguhnya adalah burung Ababil, bukan Abdul Muthalib.
Inilah momen terakhir Allah gunakan mekanisme lama dalam menghancurkan kaum kafir yang memusuhi Allah. Dan tahun itu menjadi momen penanda akan berakhirnya era lama dan hadirnya era baru, ketika Allah taqdirkan lahir cucunya yang kelak diangkat menjadi Rasul. Begitu dramatisnya peristiwa itu, hingga orang-orang mengingatnya sebagai tahun gajah. Maka sejarah kemudian mencatat, Nabi Muhammas SAW lahir pada tahun gajah, tatkala Allah hancurkan pasukan Abrahah dengan “meminjam” paruh dan cakar burung Ababil untuk “menembaki” mereka dengan kerikil api.
Semantara pada era Nabi Muhammad SAW, mekanismenya sudah berubah. Tidak lagi “meminjam” tangan tentara-Nya berupa air, angin, suara, tanah dan burung, tapi “meminjam” tangan kaum beriman.
Karenanya, jangan bermimpi Allah akan kirimkan burung Ababil lagi dalam rangka membinasakan “Israel” meski “Israel” melakukan kezaliman lebih parah dan lebih lama sehinggaa lebih layak dibinasakan. Tidak, bahkan meski kita semua berdoa meminta itu dengan tangisan yang mengiba.
Allah tidak mau melihat tangan hamba-Nya yang beriman menganggur, tubuhnya rebahan dan yang aktif hanya mulutnya dengan untaian doa dan matanya yang bercucuran air mata. Lalu mereka hanya asyik merekam burung Ababil itu datang dan menjatuhkan batu api. Hasil rekamannya lalu diviralkan dengan bangga. Membanggakan sang pahlawan yaitu burung, sementara dirinya sendiri rebahan. Umat Nabi Muhammad bukan generasi rebahan.
Kalaupun Allah kirimkan burung, itu bukan Ababil yang membawa kerikil untuk menembak, tapi hanya burung yang mematuk bendera “Israel” hingga robek dan jatuh ke tanah, sebagai isyarat alam bahwa hari kehancuran “Israel” sudah tiba. Tapi pelaku yang akan menghancurkan “Israel” adalah tangan-tangan orang beriman, yang kegiatan itu disebut jihad fie sabilillah. Belakangan kitaa baru tahu, ternyata Allah “meminjam” tangan Mujahidin Gaza untuk mencapai misi-Nya itu.
Resmi Berlaku Mekanisme Baru
Simak ayat di bawah ini, yang menjelaskan perubahan mekanisme penghancuran kaum kafir dan kaum zalim yang berlaku pada era Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman.
قَٰتِلُوهُمۡ يُعَذِّبۡهُمُ ٱللَّهُ بِأَيۡدِيكُمۡ وَيُخۡزِهِمۡ وَيَنصُرۡكُمۡ عَلَيۡهِمۡ وَيَشۡفِ صُدُورَ قَوۡمٖ مُّؤۡمِنِينَ ١٤ وَيُذۡهِبۡ غَيۡظَ قُلُوبِهِمۡۗ وَيَتُوبُ ٱللَّهُ عَلَىٰ مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ١٥– التوبة
- Perangilah mereka, agar Allah azab mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu, Allah hinakan mereka, Allah tolong kamu terhadap mereka, dan melegakan hati orang-orang yang beriman. 15. Dan menghilangkan panas hati (dendam) orang-orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 14-15)
Ayat ini dengan jelas menerangkan bahwa perang adalah media (saluran) yang Allah tetapkan untuk menyalurkan apa yang Allah inginkan, yaitu mengazab orang-orang kafir yang memusuhi Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Allah tidak lagi menjadikan burung Ababil sebagai media (saluran) dalam mengazab kaum kafir. Karena kita tidak hidup di zaman Abrahah.
Perang menggunakan tangan manusia. Tangan memegang senapan, menarik pelatuknya, mengendalikan pesawat tempur untuk mengebom dan seterusnya. Jadi, yang sebelumnya paruh burung Ababil dan cakarnya, kini berganti menjadi tangan orang beriman. Dalam kasus terbaru, tangan Mujahidin Gaza
Masalahnya, tangan menempel pada tubuh manusia. Tidak bisa tangan dilepas dari tubuh, lalu di-remote dari jauh untuk menembak musuh atau mengebom. Agar dengan itu tubuh tidak ikut terkena tembakan musuh. Tubuh tidak luka sehingga tidak sakit.
Tatkala Allah membinasakan musuh-Nya dengan perantaraan tangan kita, tubuh kita ikut merasakan sakit, luka bahkan mati karenanya. Karenanya diperlukan keberanian, ketangguhan, pengorbanan dan rela mati karena Allah. Sebab itu, Allah memberi ganjaran tertinggi bagi siapapun hamba-Nya yang rela mensedekahkan tubuh dan nyawanya demi digunakan untuk kepentingan Allah tersebut.
Itulah jawaban yang benar untuk pertanyaan di atas, mengapa sekian lama “Israel” seolah dibiarkan oleh Allah melakukan berbagai angkara murka dan kezaliman tak terkira. Jutaan tangisan dan jeritan Muslim Palestina seolah tak didengar oleh Allah. Hal ini terjadi karena Allah konsisten dengan pilihan mekanisme yang berlaku resmi pada era Nabi Muhammad SAW. Allah tidak mencla-mencle, seperti pemimpin Konoha. Sekali menetapkan SOP, Allah akan konsisten melaksanakannya. Allah tidak “tergoda” untuk kasihan dengan jeritan dan tangisan Muslim Palestina, lalu merubah lagi SOP, kembali ke yang lama, lalu Allah kirimkan burung Ababil lagi.
Mujahidin Gaza, The New Ababil
Kini harapan itu hadir. Bersamaan dengan isyarat alam, Allah kirimkan burung untuk mencabik bendera “Israel” hingga jatuh, Allah mantapkah hati para mujahidin Gaza untuk “memiinjamkan” tangan mereka agar digunakan oleh Allah untuk mengazab dan menghancurkan “Israel”. Pilihan jalan mereka benar. Tepat sekali. Meski berat, keras dan pahit. Jalan yang akan mematahkan punggung. Jalan yang terjal yang hanya para lelaki ksatria yang berani menapakinya. Kita semua menjadi saksi, hingga sebulan perang brutal terjadi mereka membuktikn diri sebagai para lelaki tangguh.
Ketika generasi muda Muslim di tempat lain asyik dengan haha hihi main tiktok dan instagram dengan gayanya yang genit dan bencong, generasi muda Gaza memilih menjadi lelaki serius yang gagah, menjadi singa tangguh, bukan bintang tiktok yang gemulai dan kemayu. Seperti dua dunia yang bertolak belakang.
Mereka telah mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya menjadi lelaki harapan umat. Mereka tidak menyibukkan diri dengan hanya menyalahkan saudara seiman di luar Gaza yang melupakan mereka. Mereka tidak cengeng meski segala sesuatunya serba sulit dan ancaman “Israel” siap menerkam setiap saat.
Mereka tak pernah meminta Allah turunkan burung Ababil untuk menghancurkan “Israel”, meski kondisi mereka rasanya dibenarkan meminta itu. Tapi mereka hanya minta diberi karunia sabar, berani, tangguh dan pantang menyerah. Lalu ketika hari H pertempuran dimulai, mereka minta ditolong dan dibantu agar bisa mengalahkan “Israel”.
Mereka dengan sukarela telah meminjamkan tangan, kaki, mata, telinga dan seluruh tubuh mereka demi digunakan oleh Allah sebagai alat untuk mengazab dan mengalahkan Isreal yang kafir dan zalim itu. Kita angkat topi untuk mereka, hormat setinggi-tingginya. Karena itu, sikap yang benar dari kita adalah mendukung mereka, belajar dari mereka dan iri dengan prestasi mereka. Bukan malah menggembosi, menyalahkan dan menjauhkan umat dari mereka. Wallahul-musta’an.
والله أعلم بالصواب
@elhakimi (10/11/2023)
(Rafa/arrahmah.id)