(Arrahmah.id) – Panggung dunia tiba-tiba diambil alih oleh Mujahidin Gaza. Pertunjukan lain menjadi kehilangan pamor, seperti perang Rusia vs Ukraina, Cina vs Amerika dan semua lakon lain yang sebetulnya juga seru.
Semua mata penduduk dunia tersedot untuk menonton adegan baru dan lebih mendebarkan. Seluruh media utama dunia ramai-ramai meliput, bahkan TV Al-Jazeera nyaris tanpa henti menyiarkannya.
Hari Sabtu, 7 Oktober 2023 drama itu dimulai. Untuk pertama kali dalam sejarah perlawanan Gaza melakukan serangan terhadap musuh di luar kandangnya. Tembok tinggi yang mengelilingi seluruh garis perbatasan Gaza dengan wilayah “Israel” dijebol.
Para mujahidin melakukan serangan kejutan di wilayah “Israel” sekitar Gaza, yang biasa disebut Ghilaf Gaza atau lapis luar Gaza. Pada hari Sabat atau Sabtu yang dianggap keramat dalam keyakinan Yahudi.
Ratusan warga “Israel” tewas, dan ratusan lain dibawa masuk ke wilayah Gaza sebagai tawanan. Para mujahidin melakukannya dengan heroik dan merekamnya lalu menyiarkannya kepada dunia. Sebuah ledakan peristiwa dramatis yang diproduksi dengan apik dan dengan pendekatan zaman milenial yang serba visual sehingga cepat viral.
Penonton spontan terbelah dua. Bagi yang punya ikatan iman dengan mujahidin Gaza, aura bungah membuncah. Tak berhenti bertakbir dan bertahmid sambil mendoakan keteguhan dan kemenangan. Gambar dan video yang tersaji benar-benar mengobati rasa geram yang selama ini terpendam. Tapi bagi yang punya hubungan hati dengan “Israel”, wajahnya bermuram durja, hatinya hancur berkeping karena apa yang selama ini dibanggakan telah runtuh.
Gaza, Ayat Kauni yang Wajib Dibaca (dengan benar)
Ayat yang pertama turun kepada Nabi Muhammad saw adalah perintah baca. Iqra ! Apa yang dibaca ketika ayat firman yang lain belum turun? Tentu saja ayat-ayat kauni alias fenomena kehidupan yang tersaji di depan mata. Sampai ketika ayat-ayat firman menyusul turun, ayat yang wajib dibaca bertambah.
Gaza adalah ayat kauni yang harus dibaca oleh umat Islam dunia. Setelah membaca, berlanjut memahami, mengambil pelajaran dan menentukan sikap dengan tepat. Terlalu mahal jika ribuan korban yang terbunuh tak menghasilkan pelajaran apa-apa bagi umat, hanya dilewatkan begitu segabaimana tontonan lain yang sifatnya hanya hiburan.
Masalahnya, tidak selalu orang yang bisa membaca bisa mengambil pelajaran. Kalaupun bisa mengambil pelajaran, kadang pelajaran yang diambil bukan hal yang pokok atau substansi, tapi bagian kulit yang tidak terlalu penting. Atau pelajaran yang diambil tidak terbingkai oleh nilai syariat Islam, tapi mengikuti selera dan jalan pikiran yang subyektif. Akhirnya malah tersesat dan menyalahkan saudara seiman.
Karena itu, diperlukan panduan dalam mengambil pelajaran agar tidak bias. Panduannya yang dimaksud adalah nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, sunnah kauniyah kehidupan, rekaman sejarah, dan akal sehat obyektif yang dimiliki setiap orang.
Salah satu contoh pengambilan pelajaran yang keliru adalah narasi sebagai berikut:
“Mujahidin Hamas adalah biang kerok musibah yang menyebabkan ribuan umat Islam Gaza terbunuh. Sudah tahu kekuatan ‘Israel’ jauh di atas Hamas dan berpotensi membalas dengan brutal, tapi masih juga dipancing oleh Hamas dengan penyerangan. Seperti membangunkan macan tidur. Seharusnya, duduk manis saja menerima nasib, menunggu ‘Israel’ melemah, barulah melakukan perlawanan. Toh Allah tidak membebani kita dengan hal yang kita tidak mampu melaksanakannya. Darah umat Islam harus dijaga, jangan dijadikan tumbal. Jika memang secara kalkulasi akan kalah, jangan memancing keributan yang akan menyebabkan banyak darah Muslim tertumpah”.
Pengambilan pelajaran seperti ini bias. Campuran dari kalimat yang benar dengan kalimat yang salah. Kalimat yang benar (1): Menjaga darah muslim adalah pokok ajaran Islam yang tidak boleh dijadikan permainan. Kalimat yang benar (2): Allah hanya membebani hamba-Nya pada perkara yang mampu dilakukan hamba. La yukallifullahu nafsan illa wus’aha. Kalimat yang salah : Umat Islam tidak boleh melawan musuh yang lebih kuat, jika tetap melawan maka mereka layak disalahkan.
Akibat pengambilan kesimpulan bias seperti ini, maka ujungnya melahirkan kesimpulan lain yang menyakitkan: Umat Islam di luar Gaza tidak perlu membela para mujahidin karena mereka dalam posisi salah dan sebagai biang masalah. Para mujahidin dan umat Islam Gaza akhirnya terkucil sendirian menghadapi musuh yang buas.
Letak biasnya, lupa dengan fakta bahwa “Israel” tidak akan berhenti menjarah tanah umat Islam jika tidak dicegah dengan perlawanan. Jika semua penduduk Gaza dan Palestina secara umum hanya pasrah dengan kekalahan, sudah lama tanah Palestina dikuasai “Israel” dan para penghuninya terpaksa hijrah ke wilayah lain. “Israel” dalam membunuh, tidak pilih-pilih sasaran, baik melawan atau menyerah semuanya dibunuh. Baik orang dewasa atau anak-anak, baik pria atau wanita semuanya bisa menjadi target pembunuhan. Intinya, siapapun yang bersikeras mempertahankan tanahnya, baik dengan senjata, tangisan atau cara damai tetap akan dilibas.
Peristiwa Mengiringi Ayat
Dalam sejarah Nabi SAW, jika terjadi suatu peristiwa maka sesudahnya akan turun ayat yang mengulas peristiwa tersebut. Pertama, membaca peristiwa dengan sudut pandang Allah sebagai “sutradara”. Kedua, menghakimi siapa yang salah dan siapa yang benar. Ketiga, menarik pelajaran dari peristiwa dengan cara yang benar. Keempat, memandu arah perjalanan kaum beriman agar tetap di jalan Allah, tak tergoda untuk menunggangi peristiwa demi ambisi pribadi tapi semuanya demi kepentingan misi Allah.
Misalnya perang Uhud. Sejak awal perencanaan sudah terjadi perbedaan pendapat, apakah akan menghadapi musuh di dalam kota Madinah atau di luar. Dengan musyawarah, perbedaan pandangan bisa disatukan, yaitu di luar, di sekitar gunung Uhud. Sebelum sampai lokasi muncul intrik dari kaum munafiq, dengan menggembosi pasukan sehingga 700-an orang kembali pulang ke Madinah, batal ikut sampai Uhud. Lalu selama perang berlangsung, awalnya umat Islam di atas angin tapi tiba-tiba berbalik tertekan dan hampir kalah. Aneh, dalam perang Badar sebelumnya umat Islam menang dengan gemilang, tapi di Uhud nyaris kalah.
Rangkaian ayat kemudian turun kepada Nabi SAW. Me-review peristiwa ini. Lihat surat Ali Imran ayat 152 hingga 173. Dibahas sebab kekalahan, bukan karena pilihan lokasi yang salah tapi karena pasukan yang tidak taat komandan. Dibahas intrik munafiq. Dibahas soal musyawarah dan lain-lain. Sehingga para Sahabat ra dapat memahami ayat dengan gamblang karena relate dengan peristiwa yang aktual. Mereka ikut menjadi pelaku dan menyaksikan berbagai intrik yang terjadi. Beginilah cara Allah agar ayat-ayat Al-Qur’an dipahami dengan benar dan menjadi pemandu perjalanan.
Peristiwa lain juga demikian. Seperti gosip perselingkuhan Aisyah ra yang dihembuskan kaum munafiq, yang sempat membuat Madinah suram dan mencekam lebih dari sebulan. Ayat kemudian turun me-review. Kedok munafiq dibongkar dan umat Islam dipandu dalam menghadapi intrik yang sama baik saat ini maupun nanti.
Kini pola itu terbalik. Ayatnya sudah duluan ada sejak 1.500 tahun lalu, baru peristiwa yang relate dengan ayat terjadi. Karena itu, yang harus kita lakukan – dengan bimbingan para Ulama dan Dai – adalah mencari ayat yang relate untuk mereview peristiwa, bukan menunggu ayat turun sebagaimana zaman Nabi SAW. Karena itu peran ulama sangat vital karena mereka lebih menguasai seluk beluk ayat dan bisa memilihkan ayat-ayat yang relate untuk me-review peristiwa. Oleh sebab itu, ulama harus memiliki keseimbangan yaitu paham ayat dan paham peristiwa.
Orang yang hanya paham detail peristiwa tapi tidak paham seluk beluk ayat, review-nya akan bias. Sebaliknya, orang yang paham detail ayat tapi buta peristiwa, review-nya juga akan bias.
Ada yang perlu ditambahkan selain paham ayat dan paham peristiwa, yaitu paham visi dan misi Allah. Apa yang Allah inginkan setelah Israel berhasil dikalahkan, misalnya. Merdeka itu untuk apa dalam pandangan Allah? Kekeliruan memahami visi dan misi Allah juga ikut menyumbang bias dalam me-review peristiwa.
Perang Gaza memiliki kemiripan dengan perang Ahzab. Umat Islam Gaza dikepung dari segala penjuru, di wilayah kecil, yang secara logika mudah dimusnahkan. Mirip dengan Madinah saat dikepung pasukan Ahzab dari arah depan, sedangkan dari belakang siap ditikam Yahudi yang berkhianat. Perang Gaza juga mirip dengan kisah Nabi Musa as saat membawa pengikutnya menyelamatkan diri tapi mentok di laut sedangkan dari belakang pasukan Fir’aun yang mengejar sudah kelihatan. Secara logika tak mungkin selamat. Maka perang Gaza bisa di-review dengan ayat-ayat yang membahas perang Ahzab dan kisah Nabi Musa as. Dengan begitu, pelajaran bisa dipetik dan perjalanan ke depan bisa dipandu.
Pilihan Hamas untuk melawan “Israel” dengan perang, ternyata juga ada review-nya dalam surat At-Taubah. Pilihan itu berat tapi tidak salah. Sebab jalan kemuliaan bukan dengan mencium kaki musuh tapi dengan perlawanan. Dengan membaca peristiwa menggunakan kacamata Al-Qur’an, kita akan mendapat pelajaran yang otentik dari “sang sutradara”, bukan hasil analisa pengamat politik atau pengamat militer yang hanya mengandalkan akal dan data. Jika pelajaran yang diambil benar, sikap dan amal akan benar. Dan itu akan menjadi pemandu perjalanan umat ke depan. Jalan menuju “kalimat Allah tertinggi” dan “kalimat kafir terpuruk”.
Perang Gaza bersifat multi dimensi atau multi layer. Sangat banyak ayat yang bisa disodorkan sebagai panduan dalam me-review, pada setiap dimensinya. Lebih dari 10.000 muslim Gaza gugur sebagai syuhada, terlalu mahal harganya jika review-nya keliru sehingga pelajaran yang ditarik keliru lalu sikap yang diambil oleh saudara-dausara seiman di luar Gaza juga keliru. Akhirnya mereka akan tetap dalam kesendirian dan terkucil dalam berjibaku jiwa raga melawan musuh yang brutal dan buas.
Serial tulisan ini akan mencoba menghadirkan ayat-ayat Al-Qur’an dan sejarah Nabi SAW sebagai alat untuk membaca Gaza – biidznillah. Sayang jika peristiwa semahal ini umat hanya dipandu oleh para pengamat yang tanpa menghadirkan ayat yang relate, hanya jago analisa dan narasi. Wallahul-muta’an ! Wallahu a’lam bis-shawab.
@elhakimi – 09112023
(Rafa/arrahmah.id)