BOGOR (Arrahmah.com) – Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin Ustadz Irfan S Awwas menjelaskan, membicarakan demokrasi bukan lagi pada tataran wilayah setuju atau tidak setuju. “Setuju atau tidak setuju toh itu sudah berjalan.”
Kepada awak media Islam beberapa waktu lalu di Bogor dia mengatakan, “Demokrasi itu selama ini dijadikan alat oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan dan memecah belah umat Islam. Kenapa umat Islam tidak memanfaatkan demokrasi ini untuk memenangkan umat Islam?” tanya ustadz Irfan.
Selanjutnya dia juga menguraikan pandangan Majelis Mujahidin tentang demokrasi. “Di dalam Majelis Mujahidin demokrasi dibagi dua. Demokrasi sebagai ideologi dan demokrasi sebagai mekanisme.
Kalau sebagai ideologi kita jelas mengatakannya itu musyrik tetapi sebagai mekanisme bisa saja, itu mubah saja. Yang mau menggunakannya silahkan asal komitmennya jelas untuk kepentingan Islam. Meninggikan Islam bukan untuk merendahkan Islam,” papar Ustadz Irfan.
Namun Ustadz Irfan mengingatkan bahwa pasti demokrasi membenci Islam. “Itu sudah Qurani bahwa demokrasi membenci Islam dan umat Islam. Sudah karakter orang-orang demokrasi pasti akan menyalahi janji ketika berhadapan dengan umat Islam.”
Kiranya cukup menarik, tutur Ustadz Irfan, mengikuti perbincangan Ustadz A. Hassan dengan mantan Perdana Menteri Mohammad Natsir yang diceritakan oleh almarhum Abdullah Musa, penanggung jawab majalah Al Muslimun dan menantu A. Hassan kepada Ustadz Muhammad Thalib (sekarang Amir MM) tahun 1968
Ustadz A. Hassan mengatakan: “Setelah Soekarno meraih kekuasaan menjdi Presiden RI dia berani langsung menghantam dan mendiskreditkan Islam. Tetapi mengapa ketika Natsir menjadi Perdana Menteri , tidak berani membela Islam dan menghantam lawan-lawan Islam? Karena takut dituduh tidak demokratis oleh Barat?
Berani melecehkan Islam tapi takut dianggap menyimpang dari demokrasi merupakan sikap umum sebagian besar tokoh-tokoh Islam. Takut dituduh anti barat dan tidak demokratis, sehingga tokoh-tokoh Islam sibuk dengan citra dan kesan orang kafir. Padahal rezim kuffar dimanapun tidak pernah mempertimbangkan eksistensi Islam dan umat Islam dalam menentukan sistem pemerintahan apa yang akan mereka jalankan.
(azmuttaqin/arrahmah.com)