EROPA (Arrahmah.id) – Sebagian besar wilayah Eropa selatan dan timur telah berada dalam kondisi siaga merah gelombang panas dan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) telah memperingatkan akan adanya peningkatan risiko kematian karena cuaca ekstrem yang melanda benua Eropa, Asia, dan Amerika Serikat.
Pulau Sardinia di Italia dapat mencapai suhu tertinggi lebih dari 47 Celcius (116 Fahrenheit) pada Selasa (18/7/2023), dan para peramal cuaca mengatakan bahwa suhu dapat mencapai 40C (104F) di beberapa kota di Italia, termasuk 42C-43C (107F-109F) di wilayah Lazio yang mencakup Roma.
Dengan suhu panas yang melanda Eropa selama puncak musim turis musim panas, gelombang panas di belahan bumi utara akan semakin meningkat, kata WMO, badan cuaca Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Diperkirakan 61.000 orang mungkin telah meninggal dalam gelombang panas tahun lalu di Eropa saja.
Pusat Koordinasi Tanggap Darurat Uni Eropa mengeluarkan peringatan merah untuk suhu tinggi di sebagian besar wilayah Italia, Spanyol bagian timur laut, Kroasia, Serbia, Bosnia dan Herzegovina bagian selatan, dan Montenegro, lansir Al Jazeera.
Di Italia, petugas perlindungan sipil memantau kerumunan orang yang mengalami kesulitan akibat suhu panas di pusat kota Roma, sementara tim Palang Merah di Portugal menggunakan media sosial untuk memperingatkan orang-orang agar tidak meninggalkan hewan peliharaan atau anak-anak di dalam mobil yang sedang diparkir. Di Yunani, para sukarelawan membagikan air minum, dan di Spanyol mereka mengingatkan orang-orang untuk melindungi diri mereka sendiri agar tidak menghirup asap kebakaran.
Beberapa negara mengambil langkah tambahan untuk melindungi kesehatan masyarakat selama musim panas yang terik di tahun 2023.
Pihak berwenang di Yunani pekan lalu memperkenalkan perubahan jam kerja dan memerintahkan penutupan sore hari di Acropolis dan situs-situs kuno lainnya agar para pekerja dapat mengatasi suhu panas yang tinggi.
Gelombang panas yang ‘berkepanjangan’
Rekor panas sedang dipecahkan di seluruh dunia, dan para ilmuwan mengatakan bahwa ada kemungkinan besar tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, dengan pengukuran yang dilakukan sejak pertengahan abad ke-19.
Gelombang panas pada musim panas ini -yang membuat suhu naik hingga 53C (127F) di Death Valley, California, Amerika Serikat, dan lebih dari 52C (125F) di barat laut Tiongkok- bertepatan dengan kebakaran hutan di Yunani hingga Pegunungan Alpen, Swiss, serta banjir yang mematikan di India dan Korea Selatan.
Kejadian-kejadian tersebut telah menambah urgensi baru dalam pembicaraan pekan ini antara AS dan Cina, penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia.
Utusan iklim AS, John Kerry, bertemu dengan para pejabat Cina di Beijing dan menyatakan harapannya bahwa kerja sama iklim dapat memperbaiki hubungan yang bermasalah di antara kedua negara.
Presiden Cina Xi Jinping menekankan komitmen Beijing terhadap netralitas karbon dan mengatakan bahwa puncak karbon pasti terjadi tetapi tidak akan dipengaruhi oleh pihak lain.
“Suhu di Amerika Utara, Asia, dan di seluruh Afrika Utara dan Mediterania akan berada di atas 40C (104F) selama beberapa hari yang berkepanjangan minggu ini karena gelombang panas semakin meningkat,” demikian peringatan WMO. (haninmazaya/arrahmah.id)