DHAKA (Arrahmah.id) — Gelombang panas yang membakar seperti di ‘neraka’ memicu penutupan sekolah dasar di Bangladesh. Keadaan ini diperburuk dengan adanya pemadaman listrik sehingga penduduk tidak dapat menyalakan kipas angin untuk mendinginkan diri.
Suhu maksimum melonjak hingga hampir 41 derajat Celcius (105,8 Fahrenheit) dari 32C pada 10 hari lalu. Departemen Meteorologi Bangladesh memperingatkan bahwa kondisi panas ini tidak akan berakhir.
Para ilmuwan mengatakan perubahan iklim berkontribusi pada gelombang panas yang lebih sering, parah, dan lebih lama selama bulan-bulan musim panas.
Nasrul Hamid, Menteri negara untuk tenaga, energi dan sumber daya mineral, mengatakan Bangladesh dapat menghadapi pemadaman listrik selama dua minggu lagi. Hal ini disebabkan karena kekurangan bahan bakar memicu penghentian beberapa unit pembangkit listrik, termasuk pembangkit listrik tenaga batu bara terbesarnya.
“Karena krisis energi global dan lonjakan yang belum pernah terjadi sebelumnya di pasar mata uang internasional, kami terkena pelepasan beban yang tidak diinginkan ini,” terangnya dalam sebuah posting Facebook, dikutip Reuters (6/6/2023).
“Saya sangat menyesal atas penderitaan Anda. Saya juga ingin meyakinkan Anda bahwa situasi ini hanya sementara. Kami akan segera kembali dalam kondisi baik,” tambahnya.
Gelombang panas ini terjadi karena negara tersebut telah bergulat dengan pemadaman listrik yang telah merugikan ekonominya dalam beberapa bulan terakhir, termasuk sektor pakaian jadi penting yang menyumbang lebih dari 80% ekspornya.
“Cuaca sangat panas akhir-akhir ini, tetapi pemadaman listrik selama berjam-jam semakin menambah kesengsaraan kami,” kata Mizanur Rahman, seorang penjaga toko di ibu kota Dhaka.
Warga mencari perawatan medis karena panas.
“Kami mendapatkan banyak pasien yang menderita sengatan panas atau masalah terkait panas lainnya,” ujar Shafiqul Islam, seorang dokter di bagian barat laut negara itu.
Pihak berwenang telah mendorong penduduk untuk tinggal di dalam rumah dan minum air. Namun gelombang panas yang disertai pemadaman listrik juga mengakibatkan kekurangan air di banyak tempat.
“Kekurangan air dan panas mencekik kami,” kata Mohammad Sultan, 52, seorang penarik becak.
“Tidak ada daun yang bergerak kemana-mana. Tidak ada naungan. Menarik becak menjadi sulit. Sangat sulit!,” lanjutnya.
“Saya kehilangan lebih dari 20 (ayam saja hari ini) karena panas yang berlebihan. Listrik mati selama lebih dari dua jam setiap kali. Saya bahkan tidak bisa tidur nyenyak. Saya merasa sangat tidak berdaya,” ungkap penjual ayam Mohaamd Suman, 37 tahun.
Krisis listrik juga dapat mengganggu pasokan pakaian musim panas untuk pengecer seperti Walmart, Gap Inc, H&M, VF Corp, Zara dan American Eagle Outfitters, beberapa pelanggan ekspor terbesar di Bangladesh.
Hilangnya ekspor akan memperburuk masalah seputar cadangan dolar negara itu, yang telah anjlok hampir sepertiga dalam 12 bulan hingga April ke level terendah tujuh tahun, dan membatasi kemampuannya untuk membayar impor bahan bakar. (hanoum/arrahmah.id)