JENEWA (Arrahmah.id) – Warga Palestina menyambut baik pemungutan suara oleh Majelis Umum PBB yang menyerukan Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memberikan pendapat tentang dampak hukum pendudukan “Israel” atas wilayah Palestina.
ICJ yang berbasis di Den Haag, juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia, adalah pengadilan tertinggi PBB yang menangani sengketa negara. Putusannya mengikat, meskipun ICJ tidak dapat menegakkannya.
Pemungutan suara yang digelar pada Jumat (30/12/2022) tetap menghadirkan tantangan bagi Perdana Menteri “Israel” yang akan datang Benjamin Netanyahu, yang menjabat pada Kamis (29/12) sebagai kepala pemerintahan sayap kanan yang mencakup partai-partai yang mengadvokasi tanah Tepi Barat yang diduduki untuk dianeksasi.
“Israel” merebut Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur – wilayah yang diinginkan Palestina untuk sebuah negara – dalam perang tahun 1967. Pembicaraan damai yang dilakukan pada tahun 2014 gagal menghentikan aksi “Israel”.
“Waktunya telah tiba bagi ‘Israel’ untuk menjadi negara yang tunduk pada hukum dan dimintai pertanggungjawaban atas kejahatannya yang terus berlanjut terhadap rakyat kami,” kata Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Pejabat senior Palestina Hussein al-Sheikh mengatakan di Twitter bahwa pemungutan suara itu “mencerminkan kemenangan diplomasi Palestina”.
Dari 164 anggota PBB, sebanyak 87 negara menyetujui permintaan tersebut; sedangkan “Israel”, Amerika Serikat, dan 24 anggota lainnya memberikan suara menentang; dan 53 negara lainnya abstain.
Palestina memiliki kekuasaan terbatas di Tepi Barat, dan Yerusalem Timur yang dianeksasi oleh “Israel” dalam sebuah langkah yang tidak diakui secara internasional. Pemukiman “Israel” di wilayah tersebut dianggap ilegal oleh sebagian besar negara.
Majelis Umum PBB meminta ICJ untuk memberikan pendapat penasehat tentang konsekuensi hukum dari “pendudukan, pemukiman, dan aneksasi ‘Israel’ … termasuk langkah-langkah yang ditujukan untuk mengubah komposisi demografis, karakter, dan status Kota Suci Yerusalem, dan dari adopsi undang-undang dan tindakan diskriminatif terkait.”
Pemerintah “Israel” yang baru telah berjanji untuk memperkuat pemukimannya di Tepi Barat, tetapi Netanyahu belum menunjukkan langkah-langkah untuk mencaploknya. (rafa/arrahmah.id)