YERUSALEM (Arrahmah.com) – Organisasi Pembebasan Palestina menandai hari Selasa (15/9/2020) yang menjadi hari penandatanganan kesepakatan oleh Bahrain dan Uni Emirat Arab untuk normalisasi hubungan dengan “Israel” sebagai ‘hari kelam’ atau ‘black day’.
“Ini adalah ‘hari kelam’ dalam sejarah pemerintah resmi Arab, dan merupakan hari yang menyedihkan bagi rakyat Palestina serta perjuangan mereka,” kata Wasel Abu Yousef, salah seorang anggota Komite Eksklusif dan Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), kepada Anadolu Agency.
“Ini adalah bentuk pengkhianatan atas perjuangan, hak, kesucian dan pengorbanan rakyat Palestina,” imbuhnya.
Wasel juga mengatakan bahwa kesepakatan tersebut terjadi setelah Amerika mengeluarkan kebijakan “Deal of Century”, yang memungkinkan “Israel” untuk meningkatkan kekejaman kepada rakyat Palestina, seperti penyitaan tanah, kebijakan pembersihan etnis, dan hukuman kolektif di semua wilayah Palestina yang mereka duduki.
Sekretaris dari Gerakan Revolusi Fattah, Majid Al-Fityani, mengatakan kepada media Turki, “Hari ini mereka membuka aib mereka sendiri dengan menandatangani sebuah perjanjian ketergantungan, perlindungan dan kepatuhan dengan negara pendudukan”.
“Ini adalah hari yang kelam, dan mencoreng wajah para penguasa Bahrai dan Uni Emirat,” imbuhnya.
“Bahrain dan UEA tidka merepresentasikan apapun dari Palestina, dan mereka tidak berbicara atas nama Palestina. Kami memiliki perwakilan tunggal yang sah dari Organisasi Pembebasan Palestina,” pungkasnya.
“Israel” secara resmi menandatangani perjanjian dengan wakil dari negara Bahrai dan UEA dalam sebuah upacara di Gedung Putih yang dipimpin oleh Presiden AS Donald Trump.
Bahrain menjadi negara Arab ke empat yang menjalin hubungan diplomatik dengan “Israel” setelah Mesir pada 1979, Yordania pada 1994, dan Uni Emirat Arab pada Agustus lalu. (rafa/arrahmah.com)