JAKARTA (Arrahmah.com) – Meski Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa keharaman kontes Miss World dan semacamnya dan adanya penolakan lebih dari 60 ormas Islam serta elemen bangsa lainnya, pengusaha MNC Group Hari Tanoe tetap menggelar kontes pamer aurat dan tabarruj tersebut.
Kecongkakannya pun semakin tampak. Meski Pemerintah telah memutuskan kontes maksiat ini dilokalisir di Bali, cawapres Hanura ini ngotot meminta puncak MissWorld tetap dilaksanakan di Jakarta. Pengusaha yang ingin ambil untung cari kontes cabul ini seperti menantang ulama dan umat Islam.
“Apa pengusaha itu mau mentang-mentang di negeri ini? Mereka kaya raya karena mengeksploitasi. Ini bahaya ke depan ini!” tegas Ketua MUI Jawa Timur KH Abdussomad Bukhari kepada mediaumat.com,Ahad (8/9/2013).
Jadi sekarang ini, lanjutnya, orang sekian banyak itu dikalahkan oleh pengusaha segelintir saja. Pemerintah tidak mau mendengar kepada pendapat para ulama, padahal membangun negara itu tanpa ulama tanpa tokoh agama itu tidak mungkin.
“Ulama dan tokoh-tokoh di bawah ikhlasnya bukan main, mereka tidak mau nuntut apa-apa, hanya ingin supaya negeri ini akhlaknya baik. Coba bayangkan berapa ratus ribu tokoh di bawah itu!Jeritan itu keluar dari hati nurani, bukan emosional. Mestinya didengar.”
Ia pun menyatakan: “Dan membangun negara tanpa restunya ulama itu sudah tidak betul. Jadi pemerintah ini wajib hukumnya mendengar ulama, jangan apriori. Dalam hadist itu kan membangun negara itu, pertama, ilmunya ulama. Kedua kerjasama dengan umara, lalu adilnya para pejabat. Juga tidak mengeksploitasi segala macam cara untuk kekayaannya. Kemudian dukungan masyarakat. Tanpa dukungan masyarakat juga tidak bisa.”
Orang kan tidak puas dengan gaya-gaya seperti ini. Jangan disamakan dengan Barat. Indonesia itu negara besar, penduduknya 245 juta, yang Muslim itu 220 juta. Tolong ini dicatat ini. jadi ini harus jadi pertimbangan. Inilah yang menimbulkan konflik-konflik di tengah masyarakat.
“Mengapa ada konflik? Karena ada pancingan. Jadi konflik itu tidak berdiri sendiri. Karena memang umat itu kalau kata orang Jawa Timur diledek. Orang itu dipancing-pancing, diledek-ledek. Orang yang benar itu sekarang malah disudutkan.”
Ia pun berkata: “Orang yang berjuang dengan baik, ikhlas, untuk membangun bangsa dan negara, kadang-kadang disudutkan katanya tidak ngerti HAM,tidak ngerti perkembangan zaman.”
Tapi sebenarnya, hal itu tidak akan terjadi kalau ada ketegasan dari pemimpin negeri ini. Di era Soeharto, ada orang Indonesia jadi peserta saja sudah tidak boleh, sekarang malah jadi tuan rumah. “Yang jelas, kita selain dipermainkan, diperdayakan orang tertentu tidak punya ketegasan,” ungkapnya.
(azmuttaqin/mediaumat/arrahmah.com)