ISLAMABAD (Arrahmah.id) — Perekonomian Pakistan semakin terpuruk sehingga menyebabkan tingkat inflasi mencapai 27,6 persen pada bulan Januari 2023, tertinggi dalam 48 tahun. Lembaga pemeringkat Moody’s memprediksi inflasi bisa mencapai 33 persen pada paruh pertama 2023.
Demi mengatasi itu semua, Pakistan meminta Dana Monter Internasional (IMF) untuk menyelamatkan mereka. Sebagai bentuk usaha bantuan penyelamatan, MF meminta pemerintah Pakistan menyetujui kenaikan pajak dan tarif gas di kisaran angka 17 hingga 112 persen untuk berbagai kategori konsumen yang berbeda pada Senin (13/2/2023).
Tentunya kenaikan tarif gas ini akan berimbas pada semua pihak, seperti industri domestik, curah, komersial, pengekspor dan sektor gas alam (CNG), yang bertujuan untuk menaikan pendapatan negara sebesar 310 miliar rupee (Rp 17 triliun).
Berdasarkan laporan yang dimuat The News (14/2), Komite Koordinasi Ekonomi (ECC) Pakistan menyetujui kenaikan tarif gas rata-rata hingga 112 persen untuk pengguna pelat tertinggi konsumen dalam negeri yang berlaku mulai 1 Januari 2023.
Menteri Keuangan Federal dan Senator Pendapatan Ishaq Dar yang memimpin pertemuan tentang kenaikan tarif ini menyutujui kategori yang disebut ‘dilindungi’ dan ‘tidak terlindungi’ untuk konsumen yang berbeda-beda.
“Menurut keputusan yang disetujui oleh ECC, untuk domestik (konsumen perumahan), pemerintah menempatkan empat kategori sebagai “dilindungi” untuk pengguna dari 0,25 hm3 hingga 0,9 hm3,” tulis The News dalam laporannya.
Untuk kategori dilindungi, pemerintah Pakistan tidak akan menaikkan harga gasnya. Sementara, untuk kategori tidak dilindungi, seperti harga gas untuk sektor ekspor atau non-ekspor dinaikkan dari 10 menjadi 34 persen, dan pengguna gas untuk sektor pupuk dinaikkan dari 22 persen menjadi 103 persen.
Dalam pertemuan itu, Kementerian Energi juga telah mengajukan ringkasan harga jual gas alam pada tahun fiskal 2022-23, dan mempresentasikan proposal tarif untuk semua kategori konsumen. (hanoum/arrahmah.id)