ISLAMABAD (Arrahmah.id) — Pakistan diguncang masalah keuangan. Negara berpenduduk 220 juta jiwa itu sedang mengalami krisis neraca pembayaran.
Jumlah cadangan devisa turun di bawah US$ 10 miliar. Kondisi ini tak mencukupi untuk impor selama 45 hari dan neraca berjalan yang melebar serta defisit fiskal yang membengkak.
Pemerintah Pakistan pun berencana menerapkan sejumlah kebijakan. Di antaranya, menurut Menteri Keuangan Pakistan Miftah Ismail pemerintah mengenakan pajak tambahan 2% pada individu yang pendapatan tahunannya sebesar 30 juta rupee.
Selain itu, Pemerintah Pakistan menargetkan bisa mengumpulkan 96 miliar rupee dari hasil privatisasi aset negara.
Selain itu pejabat pemerintah dilarang keras membeli mobil baru demi kepentingan pribadi dan dinas untuk mengurangi konsumsi bahan bakar.
“Kami mengambil keputusan yang sulit. Tapi ini belum berakhir,” ujar Miftah Ismail dikutip dari Reuters (10/6/2022).
Sebelumnya IMF telah meminta Pakistan untuk mengatasi masalah defisit fiskal dan transaksi berjalan sebelum mengeluarkan bantuan. Hal ini karena Pakistan sebelumnya tak sejalan dengan kebijakan yang sudah disepakati.
Ismail menambahkan Pemerintah Pakistan juga berupaya untuk menahan penghindaran pajak di negara tersebut. Ini demi mengerek pendapatan pajak hingga 20% menjadi 7 triliun rupee atau setara US$ 34,65 miliar.
Pemerintah Pakistan juga menargetkan defisit fiskal sebesar 4,9%. (hanoum/arrahmah.id)