Oleh: Subroto
(Arrahmah.com) – Sunan Pakubuwana IV naik takhta pada usia 20 tahun. Usia yang begitu muda dan belum matang kalau dibandingkan dengan kondisi pemuda 20 tahun pada zaman ini. Namun, pada usia yang begitu muda ia mempunyai keberanian dan idealisme yang tinggi sebagai seorang raja dan pemimpin yang berilmu karena ia telah dididik oleh para ulama yang mumpuni. Ia berusaha meluruskan berbagai penyelewengan dan penyimpangan dari ajaran Islam yang terjadi di Keraton Surakarta. Ia juga berusaha menerapkan aturanaturan Islam di Keraton Surakarta.
Menyadari berbagai kekurangannya sebagai seorang raja muda, Sunan meminta beberapa ulama untuk mendampinginya. Ulama yang dipilih adalah mereka yang mumpuni ilmunya dan juga zuhud dalam kesehariannya. Harapannya, ulama bisa mendampingi dan menjadi penasihatnya dalam memimpin Kasunanan Surakarta sebagai sebuah kerajaan islami penerus Mataram.
Setelah naik takhta Sunan berusaha meluruskan arah kebijakan sesuai dengan syariat Islam. Sunan membuat berbagai aturan—baik berupa kebijakan maupun aturan tertulis—untuk merombak tata kelola di Keraton. Para pejabat yang melanggar aturan yang dibuat Sunan akan dimutasi atau bahkan dipecat. Hal itu membuat beberapa pejabat yang tersingkir dari jabatannya berusaha melawan Sunan.
Kebijakan Sunan yang bernuansa Islam juga tidak disukai Penjajah Belanda. Belanda memandang bahwa para ulama yang ada di sekitar Sunanlah yang menjadi penyebabnya. Belanda kemudian berkolaborasi dengan para pejabat Keraton yang tidak menyukai kebijakan Sunan untuk melawan Sunan. Mereka kemudian melontarkan berbagai isu yang memojokkan Sunan untuk memperoleh dukungan dari Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Mangkunegara. Usaha mereka membuahkan hasil setelah hasutan dari musuh-musuh. Sultan Yogyakarta dan Mangkunegaran kemudian sepakat untuk melakukan kerja sama atau persekutuan dengan Belanda.
Koalisi tersebut membuat pasukan sekutu untuk mengepung Keraton Surakarta. Mereka sepakat bahwa para ulama yang menjadi penasihat Sunan adalah orang yang jahat dan mempengaruhi raja untuk menerapkan aturan-aturan Islam. Pengepungan dilakukan dengan ribuan pasukan untuk mengepung Keraton Surakarta yang hanya berisi beberapa ratus orang saja. Setelah terjadi pengepungan Belanda mengultimatum Sunan. Ia diminta menyerahkan para ulama penasihatnya atau Keraton akan diserang dan Sunan diturunkan dari takhta secara paksa. Pengepungan ini dikenal dengan peristiwa Pakepung.
Sunan berusaha untuk menerapkan aturan- aturan hukum Islam secara damai, tidak ada usaha- usaha yang signifikan untuk membangun kekuatan militer yang kuat. Hal itu karena Sunan terikat perjanjian dengan Belanda dalam membangun militernya dan merekrut para prajuritnya. Saat itu kekuatan militer Keraton ada dalam kontrol Belanda. Namun, walau Sunan berusaha menerapkan aturan syariat Islam di negerinya sendiri, bahkan di dalam keratonnya sendiri, tetapi Belanda dan sekutunya menganggap itu sebagai ancaman yang serius yang akan membahayakan kepentingan mereka. Walaupun Sunan Pakubuwana IV berusaha menegakkan syariat Islam secara damai, tetapi musuh-musuhnya tetap menganggapnya sebagai ancaman dan kejahatan yang harus dicegah dan dihentikan sebelum tumbuh dan berkembang.
Executive Summary Laporan Khusus Syamina Edisi 14/Oktober 2016
(*/arrahmah.com)