PARIS (Arrahmah.id) – Sejarawan dan pakar politik Prancis, Jean-Pierre Filiu, dalam artikelnya di Le Monde menyoroti perubahan besar dalam geopolitik global. Ia menjelaskan bahwa keputusan penting mengenai masa depan Ukraina kini ditentukan di Arab Saudi, sementara negara-negara Eropa tersingkir dari proses tersebut.
Menurut Filiu, Arab Saudi telah menjadi pusat diplomasi dalam krisis Ukraina setelah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump memilih untuk memperbarui dialog dengan Rusia tanpa melibatkan Ukraina maupun Uni Eropa. Washington juga disebut memaksa Kyiv menerima gencatan senjata sementara dengan syarat yang merugikan, membuat Ukraina berada dalam posisi lemah di hadapan Rusia.
Peran sentral Arab Saudi dalam diplomasi global ini, menurut Filiu, berasal dari investasi besar-besaran di Amerika Serikat serta kemitraannya dengan Rusia dalam mengelola pasar minyak dunia. Ia menilai bahwa Ukraina kini hanya menjadi alat tawar-menawar di antara kekuatan besar.
Selain itu, Filiu menyoroti meningkatnya ketegangan antara Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dan pemerintah AS akibat tekanan yang terus meningkat terhadap Kyiv. Ukraina bahkan terpaksa memberikan konsesi besar, seperti mengizinkan Amerika mengeksploitasi sumber daya mineralnya demi mendapatkan kembali dukungan militer dan intelijen yang sempat ditangguhkan oleh Washington.
Sebaliknya, Rusia memanfaatkan situasi ini untuk menegosiasikan gencatan senjata “sementara” yang menurut Filiu lebih mirip dengan jeda strategis bagi Rusia untuk memperkuat pasukannya. Ia membandingkan situasi Ukraina dengan Gaza, di mana gencatan senjata sulit berkembang menjadi perdamaian permanen.
Dinamika Baru Global
Filiu juga mengingatkan akan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Qatar beberapa waktu lalu. Namun, Israel tetap memperketat blokade di Gaza dengan dukungan Washington, yang menyebabkan lumpuhnya upaya kemanusiaan. Ia menilai hal ini sebagai cerminan dari strategi “manajemen krisis” jangka pendek yang diterapkan dalam berbagai konflik global.
Menurut Filiu, Uni Eropa kini semakin terpinggirkan dalam dinamika geopolitik baru ini. Hubungan antara Timur Tengah, Rusia, dan Amerika Serikat menjadi kekuatan utama yang membentuk tatanan dunia baru. Ia juga menyoroti upaya utusan AS untuk membangun jalur negosiasi antara Moskow dan Riyadh, yang diperkirakan akan membuka jalan bagi pertemuan puncak antara Trump dan Putin di Arab Saudi.
Filiu menyimpulkan bahwa dunia tengah mengalami perubahan besar dengan tatanan baru yang dipimpin oleh kekuatan di Timur Tengah, sementara Uni Eropa semakin tersingkir. Ia memperingatkan bahwa hal ini dapat memicu bencana kemanusiaan dan politik besar, dengan kemungkinan terjadinya kekacauan yang belum pernah terjadi sejak Perang Dunia II.
Ia menutup analisanya dengan pandangan pesimistis terhadap kondisi dunia saat ini, di mana konflik besar berubah menjadi transaksi yang dikendalikan oleh kekuatan besar di Timur Tengah. Sementara itu, negara-negara kecil seperti Ukraina dibiarkan menghadapi nasibnya sendiri, mencerminkan ketidakstabilan global yang semakin meningkat.
(Samirmusa/arrahmah.id)