JAKARTA (Arrahmah.id) – Terkait putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebasdakwakan terdakwa kasus Unlawful Killing laskar FPI.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar, menanggapi soal putusan Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang membebasdakwakan terdakwa kasus Unlawful Killing laskar FPI.
Fickar menilai, putusan Majelis hakim cenderung tidak masuk akan, dan seakan-akan tak memiliki hati nurani maupun tidak berperikemanusiaan.
“Putusan ini cermin dari peradilan yang terkooptasi oleh ketakutan, sehingga melahirkan putusan yang tidak masuk akal. Ada orang mati kok pelakunya dilepaskan,” kata Fickar, Jum’at (18/3/2022), lansir Poskota.co.id.
Ia menjelaskan, dalam Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP), kriteria yang patut untuk dibebaskan dari dakwaan adalah, misalnya pelaki sakit jiwa yang sesuai dengan Pasal 44 KUHP.
“Pelaku belum dewasa atau anak-anak sesuai dengan Pasal 45 KUHP. Kemudian pelaku melakukan karena dipaksa pihak lain sesuai dengan Pasal 48 KUHP. Pembelaan diri karena terpaksa, atau serangannya melebihi kemampuan sesuai Pasal 49 KUHP,” jelasnya.
“Ada juga melaksanakan ketentuan Undang-Undang seperti di Pasal 50 KUHP, misalnya Satpol PP menertibkan PKL dengan merusak barang. Atau melakukan perbuatan pidana karena melaksanakan perintah jabatan seperti yang termaktub dalam Pasal 51 KUHP,” lanjut Fickar.
“Dalam hal ini, yang dimaksud bebas itu tidak terbukti sama sekali,” sambung Fickar.
“Lepas itu terbukti telah melakukan perbuatan pidana, tetapi tidak dihukum karena ada alasan pemaaf atau penghapus pidana, sehingga pelakunya tidak dapat dihukum,” tegasnya.
Menurutnya, seharusnya Majelis hakim dapat melakukan hal yang lebih relevan daripada membebasdakwakan terdakwa begitu saja.
“Dalam konteks ini, polisi yang menembak anggota FPI dan divonis lepas, ini putusan yang tidak masuk akan dan bertentangan dengan perikemanusiaan,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)