JAKARTA (Arrahmah.com) – Ada kejanggalan dalam proses hukum yang sedang bergulir dalam kasus pemerkosaan yang dilakukan sastrawan cabul Sitok. Kanit Unit II Kamneg Polda Metro Jaya, Kompol Paimin SH, tiba-tiba pada Rabu (22/1/2014) jam 17:49 Wib mengirimkan sebuah pesan singkat (sms) kepada Ibu RW, korban kekerasan seksual dengan pelaku Sitok Srengenge, yang intinya meminta waktu untuk bicara.
Sesudah adanya pesan singkat itu, Paimin menelepon Ibu RW dan menyampaikan pesan amanat dari Sitok Srengenge (48) dan pengacaranya, Dwi Ria Latifa bahwa: Pertama, Sitok Srengenge kangen kepada RW dan mau bertanggung-jawab atas segala perbuatan yang telah dilakukannya.Kedua, Sitok Srengenge mau bertemu dengan keluarga Ibu RW.
Permintaan Sitok yang disampaikan oleh Paimin itu lantas ditanggapi oleh Ibu RW dengan bertanya, “Kenapa (Bapak atau yang bersangkutan) tidak bicara pada kuasa hukum RW?” Kompol Paimin SH pun menjawabnya bahwa “Saya menyampaikan amanat hanya kepada Ibu”.
Atas situasi itu, Ibu RW menghubungi pengacara RW, Iwan Pangka. Setelah diberitahu, sontak Iwan pun kaget mendengar kabar tersebut.
“Apakah pantas seorang polisi, Kanit Kamneg bersikap menjadi mediator?” tanya Iwan.
Menurut Iwan, tindakan yang telah dilakukan oleh Paimin itu sungguh tidak beretika dan bertindak “bermain belakang”, yakni dengan tidak menghubungi terlebih dahulu pengacara RW. Bahkan Paimin dengan begitu mudahnya menerima Dwi Ria Latifa, pengacara pelaku, dan segala permintaan titipan pesan amanat. Padahal, sampai dengan hari ini, RW beserta seluruh kuasa hukumnya berpikiran positif atas masuknya Subdit Kamneg dalam proses penyidikan kasus kekerasan seksual ini.
Sebenarnya banyak pihak sudah menaruh harapan terhadap Subdit Kamneg, terutama setelah terjadi pembuatan BAP untuk korban dan beberapa saksi-saksi. Penyidik yang ditugaskan dari Subdit Kamneg, yang bernama Ibu Ade tampak memberikan sikap yang pro pada korban. Atas adanya kejadian penyampaian amanat (atau mediasi) ini, jelas membuat Iwan dan koleganya kecewa.
“Saya sangat kecewa sekali atas upaya-aupaya melakukan mediasi yang sebetulnya tidak patut dilakukan oleh seorang Kanit Kamneg yang nyata sekali tidak pro pada korban, menggunakan jalan belakang dan tidak menghargai proses hukum yang selama ini berjalan dengan baik” ujar Iwan.
Hal lain yang ditekankan Iwan adalah bagaimana mungkin seorang stressor (pelaku) bagi korban kekerasan seksual malah diberikan bantuan secara terbuka oleh polisi untuk dimediasikan, dengan secara langsung menghubungi korban dan keluargannya. Menurutnya, Kanit II Kamneg Polda Metro mulai mempertunjukan sikap tidak beretika dan tidak sesuai dengan prosedur untuk memberikan jaminan hak perlindungan korban. Iwan meminta agar Kapolri turut campur dan mengembalikan kembali kasus RW dikembalikan Subdit PPA Reknakta (Remaja Anak dan Wanita).
Iwan sekali lagi mengimbau kepada semua pihak untuk menghormati proses hukum yang berjalan.
Konfrensi pers Bulungan
Sebelumnya, pada saat audiensi dan konferensi pers di Warung Apresiasi, Bulungan, Jakarta Selatan Rabu (22/1/2014), jam 16.00Wib, Iwan Pangka beserta koleganya dalam Tim Kuasa Hukum RW telah menyatakan apresiasi positif atas beberapa hal dalam penanganan hukum kasus RW.
Diberikannya hak untuk mendapatkan tempat yang nyaman diluar dari wilayah kantor polisi untuk saksi korban selama proses penyidikan BAP patut dicatat positif.
“Tidak musti di kantor polisi tapi di lain tempat. Saya kira ini jarang terjadi,” kata Iwan.
Apresiasi lainnya, saksi korban diperkenankan untuk memberikan kesaksian secara tertulis. Iwan mengatakan, setiap korban pemerkosaan seringkali tidak mudah memberi kesaksian verbal, terutama menyangkut pertanyaan-pertanyaan yang sensitif. “Mungkin lebih nyaman secara tertulis itu disetujui. Ini bisa menjadi yurisprudensi untuk kasus perkosaan di hari mendatang,” ungkap Iwan.
Dengan adanya tindakan dari Kompol Paimin SH ini dapat saja mendorong penilaian ulang dan peninjauan kembali atas masuknya Subdit Kamneg dalam kasus RW ini. (azm/arrahmah.com)