KOLKATA (Arrahmah.id) — Seorang wanita Muslim hamil di Kolkata diduga ditolak perawatan medisnya oleh seorang dokter senior, yang menyebut serangan militan baru-baru ini di Pahalgam, Kashmir Selatan, sebagai alasan penolakannya.
“Setelah insiden Kashmir, saya tidak akan menerima pasien Muslim mana pun,” ujar dr. C. K. Sarkar, seorang ginekolog dan dokter kandungan di Rumah Sakit Super Spesialis Kasturi Das Memorial, dilansir Deccan chronicle (26/4/2025).
Menurut keluarga wanita itu, ia lebih lanjut mengatakan, “Umat Hindu harus membunuh suamimu, baru kau akan mengerti apa yang mereka rasakan. Kita harus melarang semua Muslim.”
Wanita itu telah berada di bawah perawatan Dr. Sarkar selama tujuh bulan terakhir.
Kampanye kebencian terhadap Muslim telah meningkat setelah serangan Pahalgam, di mana 26 wisatawan tewas.
Para penyintas melaporkan bahwa orang-orang bersenjata secara khusus menargetkan pria Hindu setelah memverifikasi identitas agama mereka.
Advokat Mehfuza Khatun, seorang kerabat wanita tersebut, membagikan kejadian tersebut di Facebook, dan menggambarkannya sebagai “tindakan diskriminasi yang terang-terangan.”
Ia mengatakan penolakan tersebut tidak hanya tidak etis dan tidak manusiawi, tetapi juga pelanggaran serius terhadap etika medis dan hak asasi manusia.
“Kakak ipar saya yang sedang hamil merasa terkejut dan marah atas penolakan terang-terangannya untuk merawatnya hanya karena kami Muslim,” tulisnya.
Khatun menambahkan bahwa komentar penuh kebencian dan diskriminatif tersebut membuat kakak iparnya hancur secara emosional.
“Ia terus menangis sejak saat itu, tertekan dan takut—tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk kehidupan yang tumbuh di dalam dirinya.”
“Menolak perawatan untuk wanita hamil dalam tahap yang rentan seperti itu dapat menimbulkan konsekuensi yang parah. Para profesional perawatan kesehatan terikat oleh sumpah mereka untuk memperlakukan semua pasien secara setara, tanpa memandang agama, kasta, atau latar belakang,” ungkapnya.
Menekankan bahwa perawatan kesehatan adalah hak dasar dan bukan hak istimewa berdasarkan agama, Khatun menuntut tindakan segera terhadap dokter tersebut.
Aktivis Mona Ambegaonkar juga bereaksi terhadap insiden tersebut, menyerukan boikot terhadap Dr. Sarkar dan menggambarkannya sebagai “penjahat berbahaya.”
Hingga saat ini, baik rumah sakit maupun pihak berwenang belum mengeluarkan pernyataan resmi. (hanoum/arrahmah.id)