(Arrahmah.com) – Pada saat semua orang menyatakan prostitusi adalah penyakit sosial, perbuatan tidak beradab terlebih bagi seorang Muslim yang meyakini Al Quran, justru seorang Bupati Kendal Jawa Tengah menyatakan, bahwa pekerja seks komersial (PSK) adalah pahlawan keluarga karena mereka umumnya bekerja untuk menghidupi keluarga. Karenanya, ia menilai tidak manusiawi jika tempat pelacuran ditutup. Ia juga berencana mengganti slogan “Kendal Beribadat” menjadi “Kendal Hebat”.”Selain tidak manusiawi, dengan ditutupnya lokalisasi akan menimbulkan persoalan baru, yaitu menambah kemiskinan dan merebaknya penyakit kelamin. Pasalnya, kemungkinan para PSK itu akan mangkal di jalan-jalan bila lokalisasi ditutup,” demikian yang disampaikan Bupati Kendal Widya Kandi Susanti, Kamis (23/1/2014) seperti dikutip banyak media.
Sebutan pahlawan keluarga bagi PSK karena mereka bekerja untuk menghidupi keluarga adalah pernyataan yang terlalu serampangan apalagi disampaikan oleh seorang Muslimah berkerudung. Jelas ada yang salah dari cara berpikir ibu bupati ini, yaitu berpikir yang pragmatis, kompromistis dan sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Kita yakin betul ibu bupati tahu bahwa yang namanya pelacuran adalah perbuatan yang dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kokbisa-bisanya malah disebut pahlawan. Bagaimana kelak pertanggungjawabannya dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Bertambahnya kemiskinan yang dikhawatirkan kalau tempat pelacuran ditutup, adalah alasan yang terlalu disederhanakan. Menjauhi risiko terendah, sementara mara bahaya yang lebih besar lagi yaitu mengundang azab Allah luput daripemikirannya. Penyakit kelaminpun tidak ada jaminan tidak akan merebak dengan dilokalisasinya tempat pelacuran.Karena manusia biasa bersosialisasi dengan manusia yang lain, tidak hanya antar pelacur.
Sebagai pemangku kebijakan seharusnya mampu menyampaikan pernyataan dan membuat kebijakan yang bisa memberikan solusi bukan malah menoleransi hal yang jelas-jelas dilarang agama.Benarlah yang di sabdakan Nabi tentang para pejabat akhir zaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda,
“Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipudaya.Para pendusta dipercaya, sedangkan orang jujur dianggap berdusta. Penghianat diberi amanah, sedangkan orang yang amanat dituduh khianat. Dan pada saat itu, para Ruwaibidhah mulai angkat bicara. Ada yang bertanya, ‘SiapaituRuwaibidhah?’Beliau menjawab, ‘Orang dungu yang berbicara tentang urusan orang banyak (umat).” (HR. Ahmad).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menghawatirkan keadaan yang demikian:, إِنَّمَاأَخَافُعَلَىأُمَّتِيالْأَئِمَّةَالْمُضِلِّينَ “Sesungguhnya yang aku takutkan atas umatku adalah (berkuasanya) para pemimpin yang menyesatkan.” (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ahmad, dan al-Darimi)
Akar masalah
Merajalelanya prostitusi di negeri ini sudah sangat memprihatinkan. Jumlah PSK dari tahun ketahun semakin banyak jumlahnya. Dari mulai pelajar sampai pejabat. Hal ini wajar terjadi akibat diterapkannya system demokrasi, yang tidak menjadikan agama sebagai sumber hukum. Agama diakui hanya sebatas pegangan individu yang mengurusi wilayah privat manusia. Adapun dalam urusan publik, agama tidak boleh dibawa-bawa (sekular).
Pengaturan urusan publik diserahkan pada kendali manusia. Manusia secara penuh berhak membuat dan menetapkan aturan. Mengapa? Karena system demokrasi menganut paham liberalism (kebebasan), segala sesuatu diukur atas asas manfaat. Hal ini terlihat jelas dari solusi yang diambil oleh para penguasa.PSK yang sudah ditangkap bukannya dihukum dengan tegas malah diberikanketerampilan-keterampilan agar kembali ketengah-tengah masyarakat untuk bisa bekerja. Tatkala mengalami kendala seperti apa yang diungkapkan oleh bupati Kendal, mereka balik lagi ketempat pelacuran, malah mengajukan untuk dilokalisasi saja.
Pelacur dalam system demokrasi diubah namanya dari wanita tuna susila jadi pekerja seks komersial biar terkesan sebagai pekerja yang sama-sama harus disejajarkan dengan pekerja-pekerja lainnya. “bekerja adalah sebuah pilihan karena itu biarkan mereka menentukan pilihannya“, begitu ungkapan yang setuju para pelacur untuk dilokalisasi, bukan dibubarkan atau dituntaskan. Mereka memakai logika manfaat bukan halal haram berdasar agama, walaupun mereka Muslim. Itulah cirri khas demokrasi. Kalaupun ada hukuman tidak akan menuntaskan masalah sampai keakarnya, tidak akan mampu memberhentikan kemunculannya. Dapat disimpulkan karena demokrasi adalah sistem yang banyak mengandung kelemahan bahkan mengandung cacat bawaan. Aturan cabang yang dilahirkan pun dapat dipastikan mengandung kelemahan dan kesalahan hingga tidak mampu menjadi solusi bagi setiap permasalahan yang muncul.termasuk menyelesaikan masalah merebaknya prostitusi.
Islam sebagai solusi
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Zat yang Maha Sempurna, begitupun aturan-aturannya. Islam memandang bahwa prostitisi adalah aktivitas seks yang dilakukan di luar akad nikah yang sah. Pelakunya baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mendapatkan hukuman yang berat, karena terkategori dosa besar. Disamping itu, prostitusi telah memuncukan berbagai masalah social masyarakat lainnya. Misalnya perceraian, aborsi, trafficking dan penyebaran penyakit seksual menular, termasuk yang paling berbahaya, HIV/AIDS, menimbulkan dampak berantai, termasuk memakan korban dari kalangan anak-anak dan remaja.
Masalah pelacuran tidak bisa diselesaikan oleh individu per individu, karena sudah masalah sistemik, terkait dengan ekonomi, pendidikan, aturan yang diterapkanoleh Negara dll. Maka penyelesaiannya pun tentu harus sistemik. Sistem Islam dapat menjadi solusi alternatif dalam mengatasi prostitusi melalui penyelesaian yang komprehensif. Setidaknya ada lima jalur penyelesaian yang dalam pelaksanaannya saling bersimultan. Yakni, jalur hukum, ekonomi, sosial, pendidikan dan politik.Kelima jalur ini harus ditempuh karena munculnya aktivitas prostitusi bukanhanya karena satu alasan tertentu, misalnya faktor ekonomi. Adapun lima jalur ini adalah:
Pertama, hukum. Negara harus tegas memberikan sanksi pidana kepada para pelaku prostitusi yang telah berbuat zina. Jangan hanya mucikari atau germonya yang dikenai sanksi, juga pelacur dan pemakai jasanya. Selama ini, pelacur selalu dibela sebagai korban. Sementara para lelaki hidung belang bebas melenggang. Mereka adalah subyek dalam lingkaran prostitusi yang harus dikenai sanksi tegas. Hukuman di dunia bagi orang yang berzina adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah dan kawin, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satutahun. Jika di dunia ia tidak sempat mendapat hukuman tadi, maka di akhirat ia disiksa di neraka. Bagi wanita pezina, di neraka ia disiksa dalam keadaan tergantung pada payudaranya.
Kedua, ekonomi. Faktor kemiskinan yang seringkali menjadi alasan utama PSK terjun ke lembah prostitusi tidak perlu terjadi bila negara memberikan jaminan kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan.
Ketiga, pendidikan/edukasi yang sejalan. Pendidikan bermutu dan bebas biaya akan memberikan bekal kepandaian dan keahlian pada setiap orang agar mampu bekerja dan berkarya dengan cara yang baikdan halal.
Keempat, sosial. Pembinaan untuk membentuk keluarga yang harmonis merupakan penyelesaian jalur sosial yang juga harus menjadi perhatian pemerintah. Hal lain adalah pembentukan lingkungan sosial yang tidak permisif terhadap kemaksiatan sehingga pelaku prostitusi akan mendapat kontrol sosial dari lingkungan sekitar.
Kelima, politik. Penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat undang-undang yang tegas mengatu rkeharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran. Dibutuhkan political will di tingkat negara untuk menutup tuntas pintu-pintu prostitusi. Kelima jalur ini hanya bisa dijalankan di bawah sistem Islam saja yaitu Khilafah Islamiyyah. Wallahua’lam bi ash showab
Penulis : Enok Sonariah, mengurus rumah tangga
(arrahmah.com)