Oleh: Dr. KH. Syamsul Yakin, MA.
(Arrahmah.com) – Ada geliat di kalangan menengah muslim perkotaan untuk menjadikan anak mereka sebagai penghafal Alquran. Indikasinya, mereka lebih memilih sekolah yang memiliki program tahfizh mulai dari sekolah tingkat dasar hingga menengah. Bahkan kian banyak santri di pondok pesantren tahfizh yang berasal dari keluarga menengah, secara sosial maupun ekonomi.
Preseden baik ini seirama dengan sabda Nabi SAW tentang pahala orang yang menghafal Alquran, “Orang yang membaca dan menghafal Alquran, dia bersama para malaikat yang mulia. Sementara orang yang membaca Alquran, lalu dia berusaha menghafalnya, dan itu menjadi beban baginya, maka dia mendapat dua pahala.” (HR. Bukhari).
Secara teologis, siapa saja yang mempunyai kemauan kuat untuk menghapal Alquran mendapat jaminan kemudahan dari Allah SWT. Sebab Alquran diturunkan dengan susunan kata, kalimat, dan frasa yang mudah untuk dihapal. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.” (QS. al-Hijr/15: 9).
Menurut pengarang Tafsir Jalalain, Allah SWT memelihara Alquran dari orang-orang yang hendak melakukan penggantian, perubahan, penambahan, dan pengurangan. Terbukti setiap kali ada kesalahan cetak, baik disengaja atau tidak, dengan cepat kesalahan itu dapat diketahui dan diperbaiki. Kendati kesalahan tersebut hanya satu kata atau bahkan satu huruf saja.
Semua ini berkat para penghapal Alquran. Secara praksis, untuk mengecek kekeliruan cetak Alquran, salah satunya adalah dikonfirmasi kepada penghapal Alquran. Bukan dengan mushaf lain yang dianggap valid cetakannya. Itulah mengapa ayat di atas menggunakan kata “Kami”. Artinya Alquran dipelihara oleh Allah SWT, malaikat, dan penghapal Alquran.
Secara fungsional, sudah sepantasnya kalau para penghapal Alquran berlimpah pahala kelak di akhirat. Nabi SAW menjanjikan, “Penghapal Alquran nanti akan datang, seraya Alquran berkata kepadanya, “Ya Tuhan, pakaikanlah dia sebuah pakaian yang baik lagi baru. Selanjutnya penghapal Alquran itu diberi mahkota kehormatan.” (HR. Turmudzi).
Pahala menghapal Alquran bukan hanya diberikan bagi yang mampu menghapal satu mushaf Alquran yang terdiri dari 30 juz, 114 surah, dan 6.666 ayat. Namun Allah SWT juga memberikan penghargaan kepada siapa saja yang mampu menghapal satu surah saja atau bahkan kurang dari itu. Sebab perhitungan pahala menghapal Alquran adalah ayat per ayat.
Nabi SAW memberi kabar gembira tentang hal ini, “Dikatakan kepada orang yang membaca (maksudnya menghapal) Alquran kelak, “Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana kamu di dunia mentartilnya. Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca (hafal).” (HR. Abu Daud). Hadits ini memotivasi kita agar menambah hafalan.
Dari keterangan ini dapat diketahui bahwa yang terpenting adalah bukan jumlah hafalan yang telah diraih. Namun seberapa erat Alquran dijadikan sebagai sahabat sehari-hari. Para sahabat Alquran adalah orang yang membaca, menghafal, dan mengamalkannya. Para sahabat Alquran inilah yang disebut juga sebagai keluarga Allah SWT.
Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga yang terdiri dari manusia…”. Kemudian Anas bertanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Nabi SAW manjawab, “Yaitu ahli Alquran (orang yang membaca, menghafal, dan mengamalkannya). Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.” (HR. Ahmad).
Ada satu lagi kabar gembira. Yakni, ihwal cerita Nabi SAW tentang orang tua yang mendapat pahala menghafal Alquran, “Mengapa kami diberikan pakaian semacam ini?” Lalu dikatakan kepada keduanya, “Semua ini karena anak kalian menjadikan Alquran sebagai sahabatnya (menghafalnya) saat di dunia.” (HR. Ahmad).
(*/Arrahmah.com)