JAKARTA (Arrahmah.id) – Santer kabar ada sekolah internasional di Jabodetabek yang secara terang-terangan mendukung kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Kabar tersebut mendorong Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk turun tangan.
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim mengatakan, sekolah internasional terikat dalam Permendikbud Nomor 31 Tahun 2014 tentang kerja sama penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan oleh lembaga pendidikan asing dengan lembaga pendidikan di Indonesia.
Dalam aturan itu jelas disebutkan bahwa siswa sekolah internasional harus mendapat pendidikan spiritual, keagamaan, hingga pengendalian diri.
Sehingga apabila ada sekolah yang mendukung atau mengajarkan LGBT, maka hak tersebut bertentangan dengan nilai-nilai agama, ketuhanan, dan sosial budaya yang dianut masyarakat Indonesia. Sehingga perilaku tersebut melanggar Permendikbud Nomor 31 tahun 2014.
“Kemendikbudristek punya kewenangan untuk mengevaluasi mereka. Jadi Kemendikbudristek harus turun ke lapangan untuk memantau pelaksanaan peraturan menteri tentang sekolah kerja sama itu,” kata Satriwan saat dihubungi, pada Jumat (4/8/2023), seperti dilansir JawaPos.com.
“Kalau menyimpang ini sudah layak ditutup yah,” imbuhnya.
Sekolah yang mengajarkan LGBT kepada para siswa akan menjadi bencana bagi Pendidikan di Indonesia. Selain itu, sekolah tersebut juga berpotensi melanggar Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Oleh karena itu, P2G meminta Kemendikbudristek melakukan evaluasi terhadap sistem pembelajaran di sekolah internasional atau yang sekarang dikenal dengan sekolah dengan perjanjian kerja sama (SPK).
“Kami belum mendengar evaluasi terhadap SPK-SPK ini, mestinya ada evaluasi berkelanjutan apakah setahun sekali gitu kan, karena kan banyak juga yang tidak memenuhi syarat. Baik sarana prasarana, namanya doang SPK, sarana prasarananya jauh di bawah negeri, termasuk guru, mata pelajaran,” pungkas Satriwan.
Sebelumnya, presenter Daniel Mananta menceritakan penemuan sekolah internasional yang secara terang-terangan mendukung LGBT dalam podcast bersama Quraish Shihab.
“Ini anak saya nih umur 10 tahun dia lagi mau masuk sekolah gitu. Nah, kemarin kita bawa ke sebuah sekolah di Indonesia, kawasan Jabodetabek. Mungkin karena ini sekolahnya sekolah yang sudah levelnya internasional, jadi mereka sangat terbuka sama yang namanya ‘woke agenda’,” ujar Daniel Mananta, dikutip dari unggahan ulang TikTok @exyzetchannel, pada Selasa (1/8/2023).
Diketahui, Woke agenda sendiri adalah sebuah pergerakan atau agenda untuk menormalisasikan perasaan setiap individu, di mana identitas seseorang ditentukan oleh apa yang mereka rasakan.
“Misalnya, identitas lu adalah adalah apa yang sedang lu rasakan, gitu. Kalau misalnya lu merasa sebagai seorang perempuan, ya berarti identitas lu adalah seorang perempuan,” tambah Daniel.
Agenda yang dimaksud Daniel terlihat dari adanya tiga jenis toilet di sekolah tersebut. Di mana, tidak hanya ada toilet laki-laki dan perempuan saja, tetapi juga dipersilakan khusus untuk sebutan “gender netral”. (rafa/arrahmah.id)