MINGORA (Arrahmah.com) – Ribuan penduduk terdampar dari Lembah Swat setelah militer boneka Pakistan memberlakukan jam malam di Mingora, kota terbesar di Lembah Swat.
Kini militer boneka tersebut memperluas waktu jam malam dari pukul 7.00 pagi hingga pukul 1.00 siang, sejak Minggu (31/5).
Para penduduk yang bertahan hidup di rumah mereka selama 4 minggu tanpa listrik, kini mulai memadati jalan untuk berpindah ke kamp-kamp pengungsian.
Militer boneka pakistan mengklaim bahwa mereka telah mengusir keluar seluruh anggota Taliban dari Mingora pada Sabtu (30/5).
Jurubicara militer Pakistan, Mayjen Athar Abbas mengklaim keamanan Islamabad telah memegang kendali atas kota Mingora dan pertempuran telah berakhir di sana.
Mingora merupakan salah satu kota strategis yang berjarak sekitar 130 Km dari baratlaut Islamabad. Kota yang penuh keindahan ini berubah menjadi kota mati sejak militer Pakistan melancarkan operasinya di sana. Jam malam diberlakukan, penduduk bertahan hidup tanpa listrik, dengan sedikit makanan dan minuman. Gedung-gedung dihancurkan, bahkan rumah-rumah penduduk ikut hancur akibat bombardir yang dilakukan militer Pakistan. Mereka, mau tak mau harus mengungsi, karena sudah tidak terdapat apapun di kota tersebut untuk mempertahankan hidup.
Namun, para mujahidin belum kalah. Mereka masih siap menyambut pertempuran demi pertempuran yang dilancarkan militer boneka Pakistan. Di wilayah pinggiran kota, mujahidin memiliki kekuatan dan beberapa laporan media mengatakan mereka menantang para tentara bodoh tersebut yang hanya bisa menghantam sipil dan rumah-rumah sipil.
Laporan terakhir, terjadi pertempuran di selatan Waziristan, wilayah yang berbatasan dengan Afghanistan pada Sabtu (30/5) antara mujahidin dengan tentara boneka Pakistan. Waziristan merupakan kubu kekuatan mujahidin. Islamabad menggembar-gemborkan akan memperluas serangan ke wilayah tersebut.
Sementara itu, Palang Merah Internasional mengatakan bahwa para relawan mereka telah memperingatkan akan situasi mengerikan yang dialami sipil di Mingora.
“Tidak ada air, listrik dan makanan di sana,” ujar Daniel O’Mallaey, yang memimpin tim PMI di Swat.
“Di sana tidak ada bahan bakar untuk menjalankan generator dan fasilitas medis tidak dapat lagi digunakan karena telah hancur,” lanjutnya. (haninmazaya/prtv/arrahmah.com)