XINJIANG (Arrahmah.com) – Otoritas Cina di wilayah Xinjiang telah memerintahkan masjid-masjid di ibukota Xinjiang untuk memanfaatkan bulan suci Ramadhan untuk mempublikasikan kampanye “anti-terorisme” pemerintah Beijing, menurut laporan kelompok pengasingan Uighur, seperti dilansri Radio Free Asia (RFA) pada Kamis (26/6/2014).
Pemerintah kota di Urumqi telah memerintahkan masjid-masjid untuk mempropagandakan kebijakan “anti-terorisme” yang dilancarkan Cina pada malam awal bulan Ramadhan yang jatuh pada Sabtu (28/6) di Xinjiang, memanfaatkan momen peringatas kerusuhan etnis tahun 2009 yang menewaskan hampir 200 orang, kata Kongres Uighur Dunia (WUC) kepada RFA.
Ramadhan di bawah pemantauan ketat
Muslim Uighur di Xinjiang akan memulai Ramadhan pada Sabtu (28/6) di tengah-tengah meningkatnya pengawasan dari para pejabat keamanan dan komite lingkungan, serta kamera-kamera pengawas yang baru diinstal, kata Dilxat Raxit.
“Antara 10 dan 18 personel keamanan telah ditempatkan di dalam setiap masjid di kota ini untuk pengawasan,” kata Raxit. “Juga, seluruh masjid diminta untuk memastikan bahwa kamera-kamera pengawas yang diinstal di sana dalam kondisi normal.”
Raxit juga mengatakan bahwa restriksi terhadap Muslim Uighur akan diperlulas ke sekolah-sekolah-sekolah dan kampus-kampus.
“Para siswa harus menghadiri kelas-kelas ‘studi patriotik’, sementara sekolah-sekolah diminta untuk mengorganisir makanan-makanan bagi para siswa untuk memastikan mereka tidak berpuasa atau menghadiri kegiatan keagamaan ‘ilegal’,” kata Raxit.
Selain itu, para pegawai di tingkat komite lingkungan tidak diizinkan untuk cuti selama Ramadhan untuk mengawasi Muslim Uighur agar mereka tidak mengikuti kegiatan keagamaan.
“Para pegawai ini tidak akan diizinkan untuk mengambil cuti selama Ramadhan, dan mereka akan harus bekerja selama tujuh hari dalam seminggu,” ujar Raxit dalam sebuah wawancara, dikutip RFA.
“Mereka juga harus tetap memantau apakah warga Uighur ikut serta dalam kegiatan keagamaan selama Ramadhan.”
“Tim-tim pengawas akan ditempatkan di setiap kota dan desa untuk melakukan penggerebekan mendadak terhadap keluarga Uighur, untuk melihat apakah mereka menggelar pertemuan yang tanpa izin,” tambah Raxit.
Muslim di Xinjiang telah lama mengeluhkan diskriminasi dan penindasan oleh otoritas Cina. Sejumlah Muslim Uighur bahkan telah meninggal dunia ditembak mati polisi dan dipenjara atas tuduhan “terorisme” atau “ekstremisme” tanpa proses hukum yang jelas.
Kebijakan keras otoritas Cina terhadap warga Uighur telah dikritik oleh kelompok-kelompok HAM yang menuduh otoritas Cina telah membesar-besarkan isu “terorisme” atau “ekstremisme” untuk melegalkan penindasannya terhadap warga Uighur.
(siraaj/arrahmah.com)